Kamis, 16 Mei 2013

Mawar Merah

Suatu ketika di negri antah berantah hiduplah seekor burung. Burung kecil dengan sayap putihnya. Terbang membelah birunya langit, mengejar kebebasan dan menantang teriknya mentari. Tiba-tiba pandangannya dialihkan oleh sesuatu yang lebih bercahaya dari matahari. Dialah bunga mawar putih yang begitu anggunnya bergoyang diterpa angin. Lembut mengalun menikmati nyanyian alam.”benar-benar cantik” batin Si Burung dalam hati. Serta merta iapun langsung jatuh hati pada Si Bunga Mawar Putih. Seketika keberadaan mentari tak lagi penting, dan rasanya dia pun tak  lagi butuh keberadaan rembulan dimalam hari, karena sekarang ada Si Mawar Putih yang akan selalu menyinarinya, entah siang ataupun malam.
Secepat kilat ia melesat membelah udara, tak menghiraukan angin yang meneriakinya. Sayapnya terbentang indah memamerkan kegagahannya pada Si mawar Putih, tepat mendarat disampingnya. Mereka pun mulai berkenalan, mengobrol seadanya hingga akhirnya mengalir seperti air semuanya berjalan tanpa terbendung, hingga lengit berubah kemerahan. Indah, namun tak cukup indah untuk menggambarkan keadaan hati si Burung.
Hari-hari seperti itu terus berlanjut, dari langit kemerahan di ufuk timur hingga berpindah di ufuk barat, begitu pula ketika rembulan tersenyum manis mencoba menyaingi kemerlap bintang-bintang di belahan langit sana. Ataupun saat awan mencurah semua miliknya hingga akhirnya tak mampu melawan teriknya mentari. Semuanya terus berulang, namun hanya satu yang jelas, bahwa Si Burung dengan setia selalu menemani, berdiri tegap di samping Si Mawar Putih. Mungkin kini Ia pun sudah mulai lupa artinya kebebasan terbang di angkasa, karena yang ia ingat sekarang bahwa ia hanya terbang berputar-putar di dalam hati Si Mawar putih.
Setelah sekian lama semua cerita berjalan, dan ia hanya memendam saja. Dan sekarang ia tak lagi sanggup menahan sesuatu yang selalu berteriak-teriak di dalam hatinya, sesuatu yang membuat ia lupa akan kebebasannya. Akhirnya, dengan mengumpulkan semua keberanian yang ada, ia pun mengungkapkan semua isi hatinya kepada SI Mawar Putih. Tanpa tersisa satu tetespun, benar-benar tersampaikan secara lugas. Mungkin inilah yang dinamakan kekuatan penjelas dari cinta. Kadang sesuatu yang benar-benar absurb menjadi sangat gamblang dilihat, dan sesuatu yang benar-benar jelas terkadang menjadi kabur.
Namun semuanya tak berjalan seperti keinginan Si Burung, cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Benar-benar seperti terbang dengan satu sayapnya, menguras energy, dan akhirnya terjatuh. Entah apa yang menjadi alasan Si Mawar Putih menolak janji cita dari Si Burung, tapi satu yang pasti bahwa Si Burung benar-benar mencintainya. Tak peduli cintanya ditolak oleh Si Mawar Putih, namun ia sudah berjanji pada hatinya bahwa ia akan selalu mencintai Si Mawar Putih, seperti dulu, sekarang, hingga nanti. Dan ia telah memutuskan untuk tetap terbang dengan satu sayapnya itu, tulus hanya untuk Si Mawar Putih. Ia tetap datang untuk menemani Si Mawar putih, tetap setia menemaninya hingga SI Mawar Putih jatuh tertidur. Bener-benar cantik saat Mawar Putih tertidur dibawah cahaya rembulan.
Hari-hari berjalan sama seperti sebelumnya. Angin tetap lembut, menjadi penyebab bergantinya musim. Dan akhirnya hati yang semula kokoh dengan dinding-dinding tebalnya telah runtuh, atau mungkin iba, tak pernah tau mana yang lebih jelas. Si Mawar Putih pun berkata pada Si Burung, bahwa ia akan menerima cintanya jika ia mempu membuktikan seberapa kuatkah cintanya. Mungkin Si Mawar Putih masih belum bisa melihat kesungguhan Si Burung yang selalu ada di sampingnya, terbang mengimbangi gemulai lembut geraknya sertiup angin, meski hanya dengan satu sayap.
Tanpa pikir panjang Si Burung pun segera terbang menjauh mencari sesuatu untuk pembuktian, sebuah pembuktian yang benar-benar jelas. Dan akhirnya, ketika mentari hanya tinggal setengahnya saja, ketika langit sempuna merah. Kepakan sayap itu terdengar lagi, Si Burung terbang begitu pelannya membawa sesuatu di paruhnya. Si Mawar Putih melihatnya dengan seksama, melihat apa yang dibawanya. Ternyata hanya sebuah sayatan kecil bambu, berwarna hijau tua. Si Mawar Putih pun bingung dengan apa yang dibawa, ia pun tak mampu menahan dirinya untuk bertanya, “untuk apa kau bawakan sayatan kecil bambu itu, hei Burung?”. Burung pun menjawab dengan dingin, “bukan tentang apa yang aku bawa, tapi apa yang akan aku lakukan dengan ini untuk membuktikan cintaku.”
Semuanya berhenti, angin pun hingga tak mampu menghembus, langit kian merah saja. Semuanya benar-benar berhenti, mungkin ada seseorang yang dengan jahilnya mematikan waktu. Hingga akhirnya suara tegas Si burung memecah itu semua. “Aku akan memberikan sayapku untukmu, hei bidadari kecilku. Agar kau bisa terbang bebas ke langit sana, menikmati segarnya tanah di ujung sana, menikmati sebuah kebebasan.” Tanpa tunggu komando si burung segera menyayat sayapnya dengan sayatan bambu yang ia pegang, tanpa bisa di cegah oleh Si Mawar Putih. Mawa Putih pun kini tersadar, betapa Buung benar-benar mencintainya dengan setulus hati. Namun itu semua sudah terlambat, si burung sudah berhadapan dengan kematiannya, dengan senyum di wajahnya. Si Burung akhirnya berpisah dengan hingarnya dunia, dengan penatnya hidup, dan dengan sejuknya kecantikan Mawar putih, ia telah kehabisan banyak darah sebelum ia memberikan kedua sayapnya. Mawar Putih pun menyadari kesalahannya, ia terlalu bodoh untuk menyadari ketulusan cinta dari Si Burung, namun itu semua telah terlambat sekarang. Mawar yang tadinya putih kini berubah menjadi merah karena darah dari Si Burung. Mawar Merah, begitulah ia disebut sekarang. Lambang dari kekuatan cinta.
Jadi, apakah kita juga akan begitu bodohnya seperti Mawar Putih, mengabaikan cinta yang beterbaran di sekitar kita, menganggapnya selintas lalu. Padahal begitu besar cinta yang tidak kita sadari. Cinta dari seseorang di ujung sana, dari teman-teman dan sahabat, cinta dari keluarga dan orang tua tentunya, dan cinta dari diri kita sendiri, dan cinta dari Tuhan pastinya. Bukankah itu semua terlalu berharga untuk kita lewatkan? Benar-benar amat sangat berharga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar