Jumat, 25 Mei 2012

Rumah


Kabut tipis menggantung, adzan subuh saling menyahut, kokok ayam saling berlomba. Ah, di jogja tak kan ada yang seperti ini, dan pasti aku saat ini masih asik dengan mimp-mimpi malam, dengan selimut kuning yang selama 3 tahun terakhir belum dicuci.
Dua hari lalu aku memutuskan untuk pulang kerumah. Dan itu menjadi kabar yang mengejutkan untuk semua kawan-kawanku di jogja yang merasa mengenalku. Ya, aku memang terkenal jarang sekali pulang, bahkan ada salah satu kawanku yang asal bertanya,' hei ngga, kamu sebenarnya punya rumah atau tidak? Jangan-jangan kamu sudah tak di anggap oleh orang tuamu?' Sambil tertawa memang, ah itu semua kan hanya candaan..
Sebenarnya ada banyak hal yang ingin aku jelaskan pada kawanku itu, tapi aku teringat akan diskusiku dengan gadis bermata sayu, bahwa pengertian rumah menurut kita berbeda, ah, aku memang selalu berbeda dengan dia, itu juga yang selalu dia katakan..
Salah besar jika menyebut aku tak punya rumah, salah besar jika menyebut aku tak dianggap oleh orang tuaku. Karena asal kalian tau kawan, orang tuaku adalah orang tua terhebat yang ada di dunia ini. mamah adalah perempuan tercantik dan terkuat yang pernah ku tau, sedangkan bapak adalah pria yang paling bertanggung jawab yang pernah kutemui. Kasih sayang mereka benar-benar membuat iri siapapun, aku bak seorang raja kalau di rumah, benar rumah impian siapa saja..
Tapi pengertian rumah menurut kita berbeda. Menurutku,rumah adalah hadiah bagi siapa saja yang mengarungi jarak dan waktu, tempat yang paling sesuai untuk pulang. Semakin jauh menempuh jarak, semakin lama mengarungi waktu, rumah akan semakin terasa keberadaannya, dan ketika menapakan kaki di teras rumah, akan selalu ada rasa yang berbeda, rasa yang tak pernah terbayangkan
 Rumahku adalah rumah yang penuh cinta. Ada banyak keceriaan disini. Ketika beban hidup terlalu berat untuk dilewati, maka rumah akan menjadi obat yang sempurna. Duduk diteras rumah, bercengkrama dengan keluarga, bersalaman dengan tetangga, menjaga warung, adzan dan sholat di surau samping rumah, atau di masjid baru di depan rumah yang baru jadi, menikmati ribuan gemintang di atas langit malam, meresapi belaian angin malam, cengkrama anak-anak SD yang pulang sekolah, berlarian dan berkejaran, berdiskusi apa yang akan mereka lakukan setelah ini, mendengarkan dengan gemas rajutan adik kecilku yang minta di antar kemana lah, beli apalah, atau menikmati butiran air yang tumpah ruah dari atas langit, mengagum kekuatan langit yang bersinar terang, menunjukan akar-akar bercahaya di atas langit, kemudian di ikuti dentuman keras, menalahkan gemericik merdu air hujan. Ah, ada banyak hal di sini yang terlalu indah. Dan keindahan ini, benar-benar aku mengerti setelah jauh aku menempuh jarak, lama aku mengerungi waktu.. hadiah yang teramat indah..
Dulu aku tak peduli dengan semua itu…
Tapi aku juga tak akan lama di rumah, esok lusa aku akan kembali pergi. Bertemu dengan wajah-wajah baru, menapaki jalan yang baru, mengukir kisahku. Rumah memang dipenuhi banyak cinta, tapi aku hanya akan mengambil secukupnya saja, melahapnya hingga cukup kenyang. Aku tak akan mapu untuk menampung semua cinta yang ada jika aku terlalu lama di sini. Rumah itu seperti makanan ter enak yang pernah kalian cicipi, tapi jika makanan itu terlalu banyak kalian makan, apa rasanya masih akan sama enaknya? Mungkin malah kalian justru akan memutahkannya. Kerena itulah, ketika energy yang kudapat dari sini terasa cukup, maka aku akan kembali pergi, mengarungi cerita baru. Melihat banyak hal, mempelajari banyak penjelasan-penjelasan Tuhan..
Esok lusa, ketika hati ini kembali tenang, ketika aku benar-benar pantas untuk menentukan pilihan, ketika energy terasa cukup untuk kembali menggores cerita, aku akan kembali pergi, bertualang mengarungi hidup…
Menenangkan hati, menentramkan pikiran, semoga kelak apa yang aku pilih tak kan pernah aku sesali…
Secangkir kopi pagi ini…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar