Senja yang amat terang telah menutup hariku...
Ku teringat akan wajah gadis kecil dengan mata sayu itu..
bukankah ia memang sangat suka senja, menikmatinya tiap kecup lembutnya dibawah naungan pohon. Menikmati belaian mesra kenengan-kenangan yang menelikungnya, hingga ia tersadar tentang kesendiriannya.
Karena ia memang suka senja sore tadi...
Tapi, sejujurnya aku tak begitu suka senja yang teramat terang dan cerah ini. karena cahayanya terlalu menyilaukan, terlalu mengusik ketenangan dan kesejukan hati. Kalian pasti setuju kalau cahaya itu bisa dipandang juga sebagai pertikel yang pastinya memiliki energi. Dan energi tersebutlah yang selalu membakar apa saja yang dilewatinya, bahkan membakar suasana hatiku...
Karena aku lebih suka senja yang redup...
Sore ini,
Senja teramat terang,
sinar surya menerobos gelap, membawa pesan bahwa siang bersiap pulang,
mengabarkan kalau malam akan datang...
Tapi, cahayanya terlalu sombong..
Hingga awan kelabu hanya mampu menatap nanar,
kerena gelapnya hanya membisu diam
melupakan rencananya untuk menumpahkan butiran hujan...
dan aku masih saja disini,
berlindung di ruang sempit 2X3
tempatku berlindung dari sinar senja yang terang menyilaukan,
juga menepi dari hidup yg selalu menghimpit...
Tapi, senja tetaplah senja,
karena malam akhirnya datang membawa janji kedamaian,
dan gelapnya, menelan bulat sinar senja yang begitu terang
mengantarkanku pada redupnya lampu kota
juga pada wajah sendu gadis kecil itu...
Waktu memang kan terus berjalan,
terkadang amat pelan,
namun terkadang terlalu cepat,
bahkan terlalu cepat untuk kita dapat menggenggam tangannya...
Tapi waktu, tetaplah waktu,
Pagi, siang, senja, dan akhirnya malam...
Hidup akan terus berlanjut,
Tak peduli seberapa keras terjatuh,
juga seberapa tinggi kau mampu terbang...
Seperti senja yang selalu mengantarkan malam....
Karena aku suka malam....
Ya, malam yang selalu redup. membawa kita pada kedamaian dan ketenangan. Meninabobokan kita dari penatnya siang. Membawa kita jauh pergi menuju imajinasi kita masing-masing. Membawa kita untuk lebih mengenal dengan diri kita masing-masing, lewat kesepian dan kesendiriannya. Yang terkadang terlalu sulit untuk memahami pesan-pesan itu, dan kita salalu memojokan malam sebagai pihak yang bertanggungjawab akan kesedihan hidup. Kita hanya belum berkesempatan memahaminya.
Malam adalah bentuk lain dari zona nyamanku. Tempatku menepi dari terangnya siang, dari lelahnya hidup. Bersama malam aku bisa merasakan tenang, sendiri melangkah pergi dalam gelapnya. Berdikusi dengan diri sendiri, untuk mengartikan kata "aku" yang selalu orang cari-cari dalam tiap hidupnya. Atau sekedar mengunci pintu, memojok pada ruang sempit 2X3 yang gelap, menepi dari penatnya hidup yang terlalu keras menghantam.
Karena aku suka sendiri...
Tapi aku tak pernah mencoba untuk membenci senja, membenci apapun. Karena memang tak ada yang perlu dibenci, bukankah hidup ini selalu relatif. Tergantung dari mana kita mengambil sudut pandang. Begitu juga untuk senja yang telah mengantarkan malamku...
Karena aku juga suka senja yang redup...
Terimakasih senja, telah mengantarkan malamku...
Terimakasih malam, karena akhirnya kau datang...
Dan hari yang melelahkan pun akhirnya berlalu lagi.....
mengantarkanku pada redupnya lampu kota
juga pada wajah sendu gadis kecil itu...
Waktu memang kan terus berjalan,
terkadang amat pelan,
namun terkadang terlalu cepat,
bahkan terlalu cepat untuk kita dapat menggenggam tangannya...
Tapi waktu, tetaplah waktu,
Pagi, siang, senja, dan akhirnya malam...
Hidup akan terus berlanjut,
Tak peduli seberapa keras terjatuh,
juga seberapa tinggi kau mampu terbang...
Seperti senja yang selalu mengantarkan malam....
Karena aku suka malam....
Ya, malam yang selalu redup. membawa kita pada kedamaian dan ketenangan. Meninabobokan kita dari penatnya siang. Membawa kita jauh pergi menuju imajinasi kita masing-masing. Membawa kita untuk lebih mengenal dengan diri kita masing-masing, lewat kesepian dan kesendiriannya. Yang terkadang terlalu sulit untuk memahami pesan-pesan itu, dan kita salalu memojokan malam sebagai pihak yang bertanggungjawab akan kesedihan hidup. Kita hanya belum berkesempatan memahaminya.
Malam adalah bentuk lain dari zona nyamanku. Tempatku menepi dari terangnya siang, dari lelahnya hidup. Bersama malam aku bisa merasakan tenang, sendiri melangkah pergi dalam gelapnya. Berdikusi dengan diri sendiri, untuk mengartikan kata "aku" yang selalu orang cari-cari dalam tiap hidupnya. Atau sekedar mengunci pintu, memojok pada ruang sempit 2X3 yang gelap, menepi dari penatnya hidup yang terlalu keras menghantam.
Karena aku suka sendiri...
Tapi aku tak pernah mencoba untuk membenci senja, membenci apapun. Karena memang tak ada yang perlu dibenci, bukankah hidup ini selalu relatif. Tergantung dari mana kita mengambil sudut pandang. Begitu juga untuk senja yang telah mengantarkan malamku...
Karena aku juga suka senja yang redup...
Terimakasih senja, telah mengantarkan malamku...
Terimakasih malam, karena akhirnya kau datang...
Dan hari yang melelahkan pun akhirnya berlalu lagi.....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar