Kamis, 22 Maret 2012

Kisah Dari Sepeda Tua


Hujan turun teramat deras. Lembut menyapa pagi yang datang menjemput. Indah dan merdu...

Tapi aku suka hujan. Ada kesejukan tiap kali butirnya jatuh, membasahi tanah, mengalirkan banyak kenangan. Hingga akhirnya tunas-tunas tumbuh dan bunga pertama pun mekar di awal musim.

Hujan selau membawa kedamaian. Membawa jauh raga yang lelah, menyiramnya dengan jutaan rasa, dari tiap butirnya, ketika lembut jatuh menyapa wajah yang gelisah.

Aku juga suka malam. Tenang, damai, membawa jiwaku jauh pergi dari penatnya hidup. Hingga tiba di suatu tanah, yang lembut. Yang ku tau, tanah yang akan menumbuhkan benih-benih usaha yang ku taburkan kemarin lusa, dan kuharap bisa tumbuh menjadi pohon yang kuat esok lusa. Perubahan yang datang dari sebuah pemahaman baru tentang hidup.

Dan malam ini, hujan turun begitu derasnya. Aku amat suka.

Malam tadi, jauh sebelum tetes pertama turun. Aku kembali mencoba sejenak menepi dari kepenatan, yang akhir-akhir ini teramat mengusi hariku. Rutinitas menjemukan yang selalu mengurungku pada ruang yang sama. Tapi bukankah itu semua memang tantangan yang harusnya bisa aku lewati, karena itu semua memang tanggung jawabku terhadap mereka yang selama ini gigih membesarkan bocah lelaki ini Ya, mereka orang tuaku.

Namun malam tadi, aku mencoba menepi. Kembali mengunjungi hobi lama, bersama sahabat lama, Sepeda Ontel Tua. Karena hanya dia yang bisa ku anggap sebagai sahabat. Berbagi cerita, berbagi kisah, dari awal jumpa, hingga perjuangan detik ini. Sahabat...



Banyak cerita yang sudah kutoreh bersama sahabatku ini. Mulai dari awal jumpa, menempuh 60 km naik turun gunung sebagai perkenalan. Juga mengorbankan kaki kananku untuk dua minggu awal kedatangannya di kota ini. Hingga hari ini ia tetap setia menemani. Sepeda Ontel Tua, sahabat...

Hobi lamaku adalah bersepeda sendiri menyusuri redupnya lampu-lampu kota. Ya, hanya sendiri. kerena dengan sendiri aku bisa menikmati zona privacyku. Bebas berdiskusi dengan malam, juga dengan penjelasan-penjelasan Tuhan yang masih terus kucoba untuk mengartikannya. Setidak nya, dengan cahaya dari lampu lota, dan ketenangan malam, bisa membantuku lebih untuk bisa memahami.

Malam ini, aku mendapat sedikit kisah tentang kesendirian, tentang cinta dan penghianatan, juga sedikit pemahaman tentang MASA LALU itu.

Mengayuh sepeda dimalam hari itu sejuk dan menyenangkan. karena, dibantu ketenangan malam, maka aku bisa melihat peristiwa dengan sudut pandang berbeda. Bukankan hidup ini memang selalu relatif? tergantung dari sudut pandang mana kita memandangnya.

Malam ini, aku kembali menuju tempat yang sama. Dimana aku bisa menyaksikan keindahan kota dari sudut pandang berbeda. Di tempat yang selalu menjadi persinggahanku ketika malam datang beriringan dengan sepi.

Tempat yang selalu membawaku menjauh dari kepenatan. Dimana ku bisa memahami keindahan malam.

Karena aku suka jembatan ini. Dimana aku bisa menikmati merdunya gemericik sungai, deru kendaraan, peluit kereta api, hingga desingan pesawat terbang yang sesekali melintas. Membuat perpaduan hebat, dengan sura-suara bising yang justru selalu bisa membawaku jauh kedalam zona privacyku.

Sebenarnya jembatan ini selalu ramai dengan orang-orang yang mencari tempat untuk berkumpul, berbagi kisah, atau berbagi cinta. Tapi aku lebih suka sendiri. Bukan karena aku tak percaya cinta, karena kadang memang kesendirian ini menggerogotiku dengan perlahan, dan kadang tega menjatuhkan ku ke dasar. Tapi aku yakin, kelak nanti pasti akhirnya bisa ku mengerti tentang arti cinta dan berbagi dengan pasangan, suatu hari kelak pasti waktu akan menuntunku ke sebuah dermaga yang telah lama kunanti. Aku ahnya harus bersabar hingga waktu itu tiba. Dan sekarang, masih ada banyak penjelasan tentang hidup yang harus aku pahami. Dengan sebuah kesendirian.

Seperti malam ini. Ketika kuhirup wangi kopi, dan menikmati sensasi pahitnya ketika menyentuh lidah. Aku disuguhi oleh sebuah kisah penghianatan. Ketika seorang gadis tergugu pelan, malihat kekasih hatinya, yang ia percaya dengan segenap hati tengah menghianati cinta tulus yang selalu ia perjuangkan. PENGHIANATAN.

Lemas lututnya bergetar, menahan beban yang tiba-tiba menjadi berat di pundaknya. Sebuah kisah cinta yang akhirnya ditutup oleh kepahitan. Lebih pahit dari kopi yang sedang kunikmati ini.

Aku bisa mengerti, dan aku bisa merasakannya. Kisah yang sama yang kualami tiga tahun lalu. Pahitnya sebuah penghianatan. Masa-masa terendah yang pernah kualami. Ketika ketenangan malam tak kuasa menahan gejolak gelisah. Ketika aku terjatuh, dan benar-benar merasa sendiri. Kisah itu, yang selalu kupendam, dan terkubur rapat.

Namun, semua itu sudah jauh tertinggal di belakang. Yang tersisa sekarang hanya senyum, ketika kenangan itu datang mengusik. Karena aku sudah berdamai, berdamai dengan masa-masa itu.

Ya, semua masa lalu sudah jauh tertinggal dibelakang. Kita tak bisa terus menerus membawanya kemana-mana. kita hanya perlu memandangnya sekilas, menjadikannya arah untuk kita melangkah kedepan. Pernah temanku berkata, masa lau selalu menyakitkan. Ketika kenangan itu buruk maka akan sangat menyakitkan ketika mengenangnya, ketika kenengan itu sebuah kebahagiaan, maka akan sangat menyakitkan pula ketika tau kenangan itu tak kan terulang.

Namun, bagiku masa lalu itu selalu indah. Karena masa lalu selalu mengajarkan kita benyak hal. Menuntun kita memahami hidup yang rumit ini. membawa kita kepada pemahaman baru. Karena bagiku, Tuhan itu selalu adil. Tuhan selalu punya jalan cerita terbaik untuk hamba-hambanya, walaupun kadang teramat susah untuk bisa memahaminya. Namun semua yang telah terjadi, dan akan terjadi sudah diatur dengan teliti dan takaran yang presisi. Dan semua yang terjadi dimasa lalu, pasti sudah diatur dengan pola yang tak bisa kita pahami, kecuali kita sudah bisa berbamai dengan masa lalu.

Dan kini aku sudah bisa berdamai dengan MASA LALU ku....

Waktu akan terus berjalan, tak peduli apa yang terjadi dibelakang, karena yang sedang terjadi adalah sekarang, yeng menjadi penyebab untuk kejadian yang akan datang.

Esok lusa akan ku beritahu tentang masa lalu ku...

Pagi kian dekat menyapa, di ujung gerimis ini aku nikmati sisa-sisa malam. Dan berdoa esok pagi akan datnag dengan kehangatan, dan lebih banyak lagi penjelasan Tuhan yang bisa aku mengeri...

Terima kasih untuk kisah mala ini, Sepeda Ontel Tua, kau akan tetap menjadi sahabatku yang tak pernah tergantikan.

Semangat menjemput dunia... :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar