Jumat, 30 Maret 2012

Kopi Pagi Ini

Pagi menjemput mentari...

Udara sejuk hiasi bumi...

Sebenarnya aku tak terlalu suka pagi. Karena ketika pagi tiba, maka hari yang berat akan segera mengiringi. Lelah dan penat akan segera menghimpit ketenangan dan kedamaian dari malam.

Tapi, bukankah sudah terlalu sering kukatakan, bahwa hidup ini relatif. Jadi mau tak mau aku harus bisa memandang pagi dengan cara yang berbeda. Bahwa ketika pagi datang, cerita pun dibuka lagi setelah tertidur pada imajinasi malam. Realita yang apapun bentuknya harus kita jalani, karena memang ada kenyataan yang harus kita lalui dikala siang.

Pagi, mungkin memang takkan seindah senja, juga malam. Tapi ketika sinar mentari menembus celah jendela kamarku, maka sebenarnya pagilah yang selalu menyadarkanku akan mimpi-mimpi juga imajinasi konyol yang selalu aku dengungkan saat malam datang. Karena realita adalah batasan bagi sebuah mimpi.

"I'm not an idealist, but i'm very realist"

Sinar mentari menghangatkan udara sejuk, menjadikan uap-uap kesejukan dari sang malam berubah menjadi butiran-butiran embun mimpi, jatuh ketanah lalu akan tumbuh menjadi benih. Dan benih mimpi itulah yang selalu menjadi alasan kita hidup.

Pagi yang indah, sejuk dan menenangkan. Penanda bahwa roda akan berputar lagi...

Pagi ini, aku ditemani secangkir kopi...

Karena aku suka kopi...

Bukan kopi instan seperti yang orang kebanyakan suka, tapi dari kopi racikan sendiri yang diatur dengan takaran yang pas. Bagiku, kopi itu cerminan dari hidup. Ada banyak pesan dari kopi yang bisa kita maknai dalam hidup kita masing-masing.

Kopi instan.. Seperti hidup orang-orang yang memuja jalan pintas. Menjalani hidup dengan angan-angan besar yang hanya mementingkan hasil akhir tanpa pernah peduli pada proses yang dijalani. Bagi mereka, hasil akhir adalah tujuan pasti yang harus didapat. Tak peduli lewat mana dan kemana mereka melangkah, tak peduli apa saja yang sudah mereka injak, karena yang mereka peduli hanyalah hasil akhir yang selalu mereka banggakan. Apapun akan mereka tempuh untuk dapat mencapai tujuan mereka. Inilah cara pandang seorang munafik yang selalu hidup dengan bayang-bayang.

Buatku, hidup ini seperti kopi hitam...
Semuanya diatur dengan komposisi yang pas oleh peraciknya. Takaran kopi yang sesuai, takaran gula yang sesuai, temperatur air yang sesuai, lalu mengaduk dengan perlahan. Ada pahit, juga ada manis. Bagiku Tuhan adalah sebagai peracik kehidupan, dan kitalah kehidupan itu. Tuhan sudah mengatur semua dengan takaran yang sangat pas, karena Dia lah seorang maestro peracik kehidupan. Terkadang pahit, terkadang manis. Tapi justru perpaduan dari pahit dan manis inilah letak kenikmatan dari kopi, letak kenikmatan dari hidup. Mungkin terkadang kita hanya bisa merasakan rasa pahitnya saja, tapi tetap saja, bukankah pahit juga sebuah rasa. rasa yang harus bisa kita nikmati, ketika kita mulai terbiasa, dan mampu memahaminya dengan sebuah pemahaman baru, maka kita akan tau dimana letak dari rasa manis.

Seperti rutinitas akhir-akhir ini....

Memang amat pahit dan melelahkan, tapi aku hanya perlu menjalaninya, mencari pemahaman baru pada penjelasan Tuhan yang tersembunyi pada tiap kisahnya. Karena waktu pun akan terus berjalan, pagi, siang, senja, malam hingga dimulai lagi pada pagi ini.

Pasti ada banyak pesan pada kepenatan dan lelah ini, aku hanya perlu memahaminya lebih...

Semangat kawan, semuanya sudah diatur dengan takaran yang sangat pas. kita hanya perlu menjalaninya, aku dan kamu...

Untuk gadis dengan mata sayu, tetaplah tersenyum pada kepenatan yang menghimpit ini...

Pagi, terimakasih untuk ceritamu, mulai hari ini akan kucoba untuk bisa bersahabat denganmu...

Untuk kopi hitam yang selalu temani hariku, juga kopi pagi ini........

Semangat menjemput dunia............

Kamis, 29 Maret 2012

Senja dan Malam

Senja yang amat terang telah menutup hariku...

Ku teringat akan wajah gadis kecil dengan mata sayu itu..
bukankah ia memang sangat suka senja, menikmatinya tiap kecup lembutnya dibawah naungan pohon. Menikmati belaian mesra kenengan-kenangan yang menelikungnya, hingga ia tersadar tentang kesendiriannya.

Karena ia memang suka senja sore tadi...

Tapi, sejujurnya aku tak begitu suka senja yang teramat terang dan cerah ini. karena cahayanya terlalu menyilaukan,  terlalu mengusik ketenangan dan kesejukan hati. Kalian pasti setuju kalau cahaya itu bisa dipandang juga sebagai pertikel yang pastinya memiliki energi. Dan energi tersebutlah yang selalu membakar apa saja yang dilewatinya, bahkan membakar suasana hatiku...

Karena aku lebih suka senja yang redup...

Sore ini,
Senja teramat terang,
sinar surya menerobos gelap, membawa pesan bahwa siang bersiap pulang,
mengabarkan kalau malam akan datang...

Tapi, cahayanya terlalu sombong..
Hingga awan kelabu hanya mampu menatap nanar,
kerena gelapnya hanya membisu diam
melupakan rencananya untuk menumpahkan butiran hujan...

dan aku masih saja disini,
berlindung di ruang sempit 2X3
tempatku berlindung dari sinar senja yang terang menyilaukan,
juga menepi dari hidup yg selalu menghimpit...

Tapi, senja tetaplah senja,
karena malam akhirnya datang membawa janji kedamaian,
dan gelapnya, menelan bulat sinar senja yang begitu terang
mengantarkanku pada redupnya lampu kota
juga pada wajah sendu gadis kecil itu...


Waktu memang kan terus berjalan,
terkadang amat pelan,
namun terkadang terlalu cepat,
bahkan terlalu cepat untuk kita dapat menggenggam tangannya...


Tapi waktu, tetaplah waktu,
Pagi, siang, senja, dan akhirnya malam...


Hidup akan terus berlanjut,
Tak peduli seberapa keras terjatuh,
juga seberapa tinggi kau mampu terbang...


Seperti senja yang selalu mengantarkan malam....

Karena aku suka malam....

Ya, malam yang selalu redup. membawa kita pada kedamaian dan ketenangan. Meninabobokan kita dari penatnya siang. Membawa kita jauh pergi menuju imajinasi kita masing-masing. Membawa kita untuk lebih mengenal dengan diri kita masing-masing, lewat kesepian dan kesendiriannya. Yang terkadang terlalu sulit untuk memahami pesan-pesan itu, dan kita salalu memojokan malam sebagai pihak yang bertanggungjawab akan kesedihan hidup. Kita hanya belum berkesempatan memahaminya.

Malam adalah bentuk lain dari zona nyamanku. Tempatku menepi dari terangnya siang, dari lelahnya hidup. Bersama malam aku bisa merasakan tenang, sendiri melangkah pergi dalam gelapnya. Berdikusi dengan diri sendiri, untuk mengartikan kata "aku" yang selalu orang cari-cari dalam tiap hidupnya. Atau sekedar mengunci pintu, memojok pada ruang sempit 2X3 yang gelap, menepi dari penatnya hidup yang terlalu keras menghantam.

Karena aku suka sendiri...

Tapi aku tak pernah mencoba untuk membenci senja, membenci apapun. Karena memang tak ada yang perlu dibenci, bukankah hidup ini selalu relatif. Tergantung dari mana kita mengambil sudut pandang. Begitu juga untuk senja yang telah mengantarkan malamku...

Karena aku juga suka senja yang redup...

Terimakasih senja, telah mengantarkan malamku...

Terimakasih malam, karena akhirnya kau datang...

Dan hari yang melelahkan pun akhirnya berlalu lagi.....

Selasa, 27 Maret 2012

Burung Kertas

Malam mulai beranjak.. melangkah pelan menuju peraduan..
Bulan menyabit terang, mengisi kegelapan yang menghimpit penat..

langit memang sedang terang, atau mungkin bumi yang terlau gelap,, aku tak tau...

Tapi aku suka gelap.. Tenang, dan damai..

Malam ini, mega-mega tampak bercahaya, tak sehitam malam-malam kemarin. Aku bisa melihat bintang yang bersinar terang beriringan dengan Bulan yang sempurna menyabit. Mungkin itu memang bintang, mungkin juga benda langit lainnya yang berkesempatan menerangi bumi dengan memantulkan cahaya dari sang surya, aku tak tau pasti apa itu. Sepertinya nilai A- ku dari kuliah astronomi semester kemarin tak membantu banyak.

Malam ini, kembali aku mengayuh sepeda ontel tua, sahabat lama. Tapi bukan untuk berkawan dengan malam, menikmati tiap tetes sejuknya. Tapi untuk belajar menjadi seorang pendidik, walaupun lelah tengah menerjang dengan buas tapi itu sudah menjadi tanggung jawabku, menjadi seorang pendidik yang profesionalitas.

Tetap saja, ketika lelah datang tak sabaran, maka tanpa tau menunggu, ada sesuatu yang mengusik kesendirian ini. Wajah seorang gadis dengan mata sayu yang selalu teduh, atau keceriaan yang selalu tersenyum. Tapi aku belum mau mengartikannya lebih jauh, mungki ini hanya sebatas rasa yang dikemudian hari akan berlalu begitu saja. bukankah ini memang selalu terjadi, karena pada akhirnya aku masih saja memilih berbagi dengan kesendirian.

Jalanan yang turun, memberiku banyak waktu untuk berfikir. untuk menikmati malam yang tenang, atau tentang angin malam yang sejuk. Entah lah, justru perasaan sepi ini semakin tajam menyayat, menggores kan bekas luka.

"Semua hal itu relatif, tergantung dari mana kita melihat sudut pandang."

Prinsip yang coba ku pertahankan, begitu pula untuk malam ini. Ketika kesepian dan kesendirian bekerjasama untuk menjatuhkanku, maka aku akan menggenggam tangan mereka. berdamai, dan bersahabat. aku harus bisa menikmati kesepian ini, kesendirian ini. bukankah malam ini teramat tenang, teramat damai...

Angin malam sejuk membelai....

Menyapa kesendirian, dan kesepian...

Hingga akhirnya kembali pada tempat yang sama, dimana aku selalu bisa berdamai dengan kesendirian dan kesepian ini...

lampu-lampu kota yang menawan, sepi dan tenang.. di jalan lurus ini aku selalu mencoba menikmati malam...

Karena aku suka malam, juga redupnya lampu-lampu kota...

Menikmati sebatang coklat, menikmati potongan-potongan malam. Sendiri, mencoba berdiskusi dengan diri ini, menenangkan kelelahan siang tadi..

Karena aku suka malam...

Hey, ketika kubuka mata jauh, kulihat ada seorang gadis di ujung jalan itu. mungkin ia sama sepertiku, sedang menikmati malam, atau juga sedang menepi dari penatnya masalah hidup..

Tapi aku tak peduli, karena sekarang, aku juga sedang sibuk dengan duniaku sendiri, berdiskusi dengan diriku sendiri..

Malam kian larut, dan sepertinya kantuk mulai menyergapku tiba-tiba..
Maka ruang 2X3 siap menyambutku dengan kesejukan dan ketenangannya, karena disanalah zona nyamanku berpusat..

Tersenyum, gadis di ujung jalan itu tersenyum dengan lembut ketika sepeda tua ini melintas...
manis...
cantik...
Entahlah, tiba-tiba kesendirian dan kesepian ini menguap, juga wajah gadis kecil dengan mata sayunya, sudah kubilang kan bahwa rasa itu juga hanya lalu, aku harap seperti itu...

Burung kertas...
Aku teringat akan burung kertas yang aku rangkai tiap hari, entah untuk apa atau siapa. tapi aku memang suka seni melipat kertas dari negeri sakura, aku suka membuat burung-burung kertas...

Dan seketika itu, aku memutar speda tua ini, mengambil sebuah burung kertas dari dalam tas.. dan dengan senyum malu-malu kuhampiri gadis itu. "Ini, dari pada sendirian"....
Entah kekuatan seperti apa yang mendorongku berbuat konyol seperti ini, hal konyol yang pertama kali kubuat..
Mungkin kesendirian ini, atau bisa juga kesepian ini...
Tanpa tau nama dan siapa,, tangan ini melepas sebuah burung kertas berwarna perak, mengulurkannya pada senyum gadis itu.. senyum yang manis,, lalu aku pergi begitu saja...

Ku tak perlu atau siapa dia, bagiku senyumnya malam ini sudah cukup...

Gadis manis, semoga kau tak kesepian lagi, atau mungkin masalahmu sedikit lebih ringan.. Burung kertas, bantulah ia melanjutkan hidupnya, karena senyum manisnya teramat sejuk...

Gadis manis,, tetaplah tersenyum..
Kesepian dan kesendirian kadang bisa jadi teman yang paling mengerti, juga dengan malam...
Dan percayalah, masalah ada untuk membantu kita menuju sebuah tingkatan yang lebih tinggi lagi...

Untuk gadis dengan senyum termanis, juga untuk gadis dengan wajah sayu...
kertas ini kulipat hingga memebntuk wajah seekor burung....

Juga untuk malam.............


Senin, 26 Maret 2012

Menunda Senja

Senja pun akhirnya datang...

Lembut...
Tenang...
dan sejuk...

Karena aku suka Senja...
Ketika ia datang, satu hari yang melelahkan akhirnya terlewati. Hari senin yang melelahkan.

Bukankah waktu itu memang egois, tanpa peduli kita sedang bahagia, sedang jatuh, ia dengan sombongnya akan terus berjalan. Namun, mungkin karena kita yang tak pernah mau bersahabat denganya? entahlah, yang pasti kita harus menghargai keberadaannya.

Ya, kita hanya perlu bersabar dan tak berputus asa, hingga akhirnya waktu menunjukan kekuatannya, memutar kembali roda cerita kita.

Dan akhirnya senja datang hari ini...
Tak jingga,
Biasa saja dengan awan kelabu dan langit yang keruh oleh udara kotor, atau oleh kekelahan mungkin.
Tapi senja tetap saja indah, tetap saja misterius. Karena akhirnya malam yang tenang pun datang.

Gelap...

Hari senin yang penuh cerita. Amat sangat melelahkan. Tapi jika kita bisa melihatnya dengan cara lain, dengan sudut pandang yang berbeda, pasti kita akan menemukan suatu keindahan.

Bukankah memang tak ada yang pasti didunia ini?
yang A belum tentu A, kita hanya tak diberi kesempatan untuk melihatnya dengan sudut pandang lain hingga akhirnya kita bisa memahami bahwa sesuatu yang kita pandang sebagai A juga bisa kita pandang sebagai B. Atau mungkin kita yang terlalu sombong, hingga tak mau menerima penjelasan itu??

Dibalik kepenatan hari ini, aku bisa sedikit mengerti tentang menunggu...

Menuggu atau mungkin lebih tapatnya menunda. Mungkin kadang dengan menunda sesuatu kita akan terhindar dari masalah. Tapi sebenarnya tidak. karena sebenarnya kita hanya menunggu masalah itu datang, menunggunya dengan sayatan-sayatan kesakitan tanpa tau kapan masalah itu akan datang. Harapan kosong yang akhirnya berkarat.

Mungkin kita tertawa ketika masalah itu tertunda datang, tapi sebenarnya kita tau suatu hari kelak masalah itu akhirnya juga akan datang. Tapi sebenarnya tawa itu adalah sebuah kepalsuan, kata lain dari munafik. Didalam tawa itu ada sayatan-sayatan kecil tentang kesakitan. Kita sebenarnya hanya membohongi diri kita sendiri. Bukan kah lebih sakit menertawai kesakitan kita dari pada menangisi kesakitan kita??

Waktu sekali lagi menunjukan kekuatannya. Karena ia lah yang terus menerus memutar roda cerita kita, hingga akhirnya kita bertatap muka dengan masalah yang kita tunda tadi...

Ketika kita dengan berani menjemput masalah yang datang, maka sebenarnya itu bentuk lain dari cara kita berdamai dengan waktu. Bersahabat dengan waktu, membiarkan dan menerima dengan hati terbuka apa yang waktu berikan kepada kita...

Meski kadang masalah itu datang dengan teramat sakit, tapi bukankah rasa sakit itu memang akhirnya akan datang?? kenapa kita menunda kesakitan itu dengan tawa palsu??

Ketika waktu akhirnya menunjukan jalannya, masalah yang datang pun akhirnya akan berputar kembali, mengikuti siklus yang sudah digariskan.

Perasaan lega akan suatu masalah yang datang menghujam, itu jauh lebih baik dari pada kita menunggu dengan sebuah tawa palsu.

Yakinlah, sesakit apapun itu, ketika akhirnya masalah itu datang, pasti kita akan mampu untuk melewatinya..
kita hanya perlu menyambut dan menerimanya dengan pemahaman baru, karena masalah itu datang dengan banyak cerita dan pesan-pesan untuk membangun hidu dan untuk menjawab pertanyaan, SIAPA KITA??

Ketika pagi datang, maka hari yang melelahkan siap menghantam. Namun senja akhirnya juga akan detang dengan semua keindahan. mengantarkan ketenangan dari sang malam. Malam memang selalu menenangkan...

Senja,, terimakasih akhirnya kau datang...
terimakasih untuk cerita hari ini,,
semoga esok aku bisa memaknai hari dengan cara yang berbeda, mencoba memahami penjelasan-penjelasan dari jalan hidup yang sudah digariskan.
Memandang sesuatu tak hanya dari satu sudut pandang yang sama...

Malam, selamat datang...
Berikan ketenangan dalam hati ini..

Untuk sahabat...
Tetaplah berjuang, jangan pernah menunda masalah itu datang, karena ia akhirnya akan datang...

DAN AKU SUKA MALAM.........




ya

Jumat, 23 Maret 2012

Kesendirian

Malam kian larut, bahkan pagi telah siap tuk melangkah.

Malam ini hujan tak turun, bahkan gerimis pun tak sempat menyapa. Hanya angin lembab yang sedari tadi menggodaku. Mungkin langit sudah kehabisan butiran-butiran air karena sudah dihabiskannya sedari pagi tadi, hingga siang tadi.

Wajah langit yang indah, ketika awan kelabu menumpahkan semua butiran hujan dikala pagi, kemudian mentari menggoreskan cahayanya dikala siang, dan diujung senja goresan-goresan itu mengusapkan jingga sepanjang mega yang menghiasi langit.

Karena aku suka senja.

Ya, ketika senja datang. Maka hari-hari yang melelahkan selama seharian penuh telah terlewat. Dan malam siap menjemput dengan janji-janji kedamaiannya. Tenang dan Sejuk.

Senja, dikala mentari menitipkan malam pada rembulan. Saat warna jingga sempurna mengiasi langit. Ketika senja datang, maka beban akan terangkat, seperti jingga yang mengangkat biru jauh ke gelapnya langit. kemudian ketenangan dari gelap itu datang menggantikan. Gelap itu tenang. Dan senja itu jingga.

Terkadang gerimis datang memayungi senja, namun tetap saja aku suka senja, karena aku juga suka gerimis.

Senja, menjadi penanda akan kesendirianku. Karena malam akhirnya datang.

Selama ini aku sudah berdamai dengan kesendirian ini. Menikmati setiap ketenangan yang dibawanya, juga melahap habis kedamaian yang dimasaknya. Bukan kah kita hidup memang sendiri-sendiri. Hubungan kita terhadap diri kita masing-masinglah yang tekadang orang lupa untuk memaknainya. Karena kadang orang terlalu sibuk mengurusi orang lain, tapi lupa akan dirinya sendiri. Menurutku, semua kebaikan itu diawalai dari kebaikan kita terhadap diri kita masing-masing.

Ketika sebuah masalah datang menghambat jalan kita. Maka sebenarnya sahabat yang baik tak pernah mengatur kemana kita melangkah. Tapi sahabat yang baik akan selalu berada disamping kita, mendengarkan keluh kesah, meneriaki kita dengan semangat, juga menggenggam erat tangan kita ketika kita terjatuh. Karena hidup kita adalah hidup kita sendiri, kita sebenarnya yang paling tau posisi dan keadaan kita. Jadi kita sendirilah yang harusnya menyelesaikan masalah tersebut.

Ketika kita merasa benar-benar sendiri, maka di titik itulah sebenarnya kita bisa lebih mengenal siapa diri kita yang sebenarnya. Berdamai dengan diri kita masing-masing.

Namun, ada kalanya kesendirian itu menikam hati. Menelikung akal, hingga akhirnya membuat kita jatuh berdebam. Ketika kita merasa benar-benar sendiri.

Begitu pula aku. Beberapa hari ini. Rasanya ada sesuatu yang mengusik kesendirianku. ada sesuatu yang mengusik zona privacyku. Entah lah aku tak tau apa itu....

Sebuah perasaan, yang ingin aku tanyakan lebih dalam lagi. Siapa sebenarnya kau yang mengusik kesendirianku...

apa, atau siapa??

Gelisah, ketenangan yang dihancurkan oleh sebuah perasaan...

Tiba-tiba aku tak ingin sendiri, tiba-tiba aku merindukan keramaian...

Dan tiba-tiba aku merindukan wajah seorang gadis. Tapi bukankah terlalu pagi untuk menyebutnya cinta. Biar kupahami lebih dalam lagi...

Esok lusa, pasti aku akan tau akan jadi seperti apa cerita ini...

Kesendirian, kembalilah bersahabat. Kembali berjalan beriringan. Bantu aku menjalani penatnya hidup ini. Buang jauh gelisah mu, atau mungkin gelisah juga datang untuk membantuku berjalan?? Ya, aku hanya harus memandangnya dari sudut pandang yang berbeda. Bukankah memang penjelasan itu terkadang amat sulit untuk bisa dipahami. Juga tentang kesendirian, ataupun perasaan gelisah ini.

Malam ini,kesendirian dan kegelisahan hati menemaniku menjemput pagi. Ternyata tak terlalu buruk. Bahkan lembut menggenggam kedua tanganku.

Setidaknya aku jadi lebih mengerti, bahwa dari mana kita melihat sebuah peristiwa, dari situ pulalah kita akan menentukan seberapa jelaskah kita memahami penjelasan-penjelasan Tuhan. Kita hanya perlu menjalaninya dan terus bertahan. Hinggga nanti kita akan dituntun menuju jalan selanjutnya.

Terimakasih senja, terimakasih malam, terimakasih hujan, terimakasih Sendiri...

Mari kita jemput dunia kita masing-masing...

Gadis kecil, kau juga harus menjemput duniamu sendiri...
Selamat pagi........................ :D

Kamis, 22 Maret 2012

Kisah Dari Sepeda Tua


Hujan turun teramat deras. Lembut menyapa pagi yang datang menjemput. Indah dan merdu...

Tapi aku suka hujan. Ada kesejukan tiap kali butirnya jatuh, membasahi tanah, mengalirkan banyak kenangan. Hingga akhirnya tunas-tunas tumbuh dan bunga pertama pun mekar di awal musim.

Hujan selau membawa kedamaian. Membawa jauh raga yang lelah, menyiramnya dengan jutaan rasa, dari tiap butirnya, ketika lembut jatuh menyapa wajah yang gelisah.

Aku juga suka malam. Tenang, damai, membawa jiwaku jauh pergi dari penatnya hidup. Hingga tiba di suatu tanah, yang lembut. Yang ku tau, tanah yang akan menumbuhkan benih-benih usaha yang ku taburkan kemarin lusa, dan kuharap bisa tumbuh menjadi pohon yang kuat esok lusa. Perubahan yang datang dari sebuah pemahaman baru tentang hidup.

Dan malam ini, hujan turun begitu derasnya. Aku amat suka.

Malam tadi, jauh sebelum tetes pertama turun. Aku kembali mencoba sejenak menepi dari kepenatan, yang akhir-akhir ini teramat mengusi hariku. Rutinitas menjemukan yang selalu mengurungku pada ruang yang sama. Tapi bukankah itu semua memang tantangan yang harusnya bisa aku lewati, karena itu semua memang tanggung jawabku terhadap mereka yang selama ini gigih membesarkan bocah lelaki ini Ya, mereka orang tuaku.

Namun malam tadi, aku mencoba menepi. Kembali mengunjungi hobi lama, bersama sahabat lama, Sepeda Ontel Tua. Karena hanya dia yang bisa ku anggap sebagai sahabat. Berbagi cerita, berbagi kisah, dari awal jumpa, hingga perjuangan detik ini. Sahabat...



Banyak cerita yang sudah kutoreh bersama sahabatku ini. Mulai dari awal jumpa, menempuh 60 km naik turun gunung sebagai perkenalan. Juga mengorbankan kaki kananku untuk dua minggu awal kedatangannya di kota ini. Hingga hari ini ia tetap setia menemani. Sepeda Ontel Tua, sahabat...

Hobi lamaku adalah bersepeda sendiri menyusuri redupnya lampu-lampu kota. Ya, hanya sendiri. kerena dengan sendiri aku bisa menikmati zona privacyku. Bebas berdiskusi dengan malam, juga dengan penjelasan-penjelasan Tuhan yang masih terus kucoba untuk mengartikannya. Setidak nya, dengan cahaya dari lampu lota, dan ketenangan malam, bisa membantuku lebih untuk bisa memahami.

Malam ini, aku mendapat sedikit kisah tentang kesendirian, tentang cinta dan penghianatan, juga sedikit pemahaman tentang MASA LALU itu.

Mengayuh sepeda dimalam hari itu sejuk dan menyenangkan. karena, dibantu ketenangan malam, maka aku bisa melihat peristiwa dengan sudut pandang berbeda. Bukankan hidup ini memang selalu relatif? tergantung dari sudut pandang mana kita memandangnya.

Malam ini, aku kembali menuju tempat yang sama. Dimana aku bisa menyaksikan keindahan kota dari sudut pandang berbeda. Di tempat yang selalu menjadi persinggahanku ketika malam datang beriringan dengan sepi.

Tempat yang selalu membawaku menjauh dari kepenatan. Dimana ku bisa memahami keindahan malam.

Karena aku suka jembatan ini. Dimana aku bisa menikmati merdunya gemericik sungai, deru kendaraan, peluit kereta api, hingga desingan pesawat terbang yang sesekali melintas. Membuat perpaduan hebat, dengan sura-suara bising yang justru selalu bisa membawaku jauh kedalam zona privacyku.

Sebenarnya jembatan ini selalu ramai dengan orang-orang yang mencari tempat untuk berkumpul, berbagi kisah, atau berbagi cinta. Tapi aku lebih suka sendiri. Bukan karena aku tak percaya cinta, karena kadang memang kesendirian ini menggerogotiku dengan perlahan, dan kadang tega menjatuhkan ku ke dasar. Tapi aku yakin, kelak nanti pasti akhirnya bisa ku mengerti tentang arti cinta dan berbagi dengan pasangan, suatu hari kelak pasti waktu akan menuntunku ke sebuah dermaga yang telah lama kunanti. Aku ahnya harus bersabar hingga waktu itu tiba. Dan sekarang, masih ada banyak penjelasan tentang hidup yang harus aku pahami. Dengan sebuah kesendirian.

Seperti malam ini. Ketika kuhirup wangi kopi, dan menikmati sensasi pahitnya ketika menyentuh lidah. Aku disuguhi oleh sebuah kisah penghianatan. Ketika seorang gadis tergugu pelan, malihat kekasih hatinya, yang ia percaya dengan segenap hati tengah menghianati cinta tulus yang selalu ia perjuangkan. PENGHIANATAN.

Lemas lututnya bergetar, menahan beban yang tiba-tiba menjadi berat di pundaknya. Sebuah kisah cinta yang akhirnya ditutup oleh kepahitan. Lebih pahit dari kopi yang sedang kunikmati ini.

Aku bisa mengerti, dan aku bisa merasakannya. Kisah yang sama yang kualami tiga tahun lalu. Pahitnya sebuah penghianatan. Masa-masa terendah yang pernah kualami. Ketika ketenangan malam tak kuasa menahan gejolak gelisah. Ketika aku terjatuh, dan benar-benar merasa sendiri. Kisah itu, yang selalu kupendam, dan terkubur rapat.

Namun, semua itu sudah jauh tertinggal di belakang. Yang tersisa sekarang hanya senyum, ketika kenangan itu datang mengusik. Karena aku sudah berdamai, berdamai dengan masa-masa itu.

Ya, semua masa lalu sudah jauh tertinggal dibelakang. Kita tak bisa terus menerus membawanya kemana-mana. kita hanya perlu memandangnya sekilas, menjadikannya arah untuk kita melangkah kedepan. Pernah temanku berkata, masa lau selalu menyakitkan. Ketika kenangan itu buruk maka akan sangat menyakitkan ketika mengenangnya, ketika kenengan itu sebuah kebahagiaan, maka akan sangat menyakitkan pula ketika tau kenangan itu tak kan terulang.

Namun, bagiku masa lalu itu selalu indah. Karena masa lalu selalu mengajarkan kita benyak hal. Menuntun kita memahami hidup yang rumit ini. membawa kita kepada pemahaman baru. Karena bagiku, Tuhan itu selalu adil. Tuhan selalu punya jalan cerita terbaik untuk hamba-hambanya, walaupun kadang teramat susah untuk bisa memahaminya. Namun semua yang telah terjadi, dan akan terjadi sudah diatur dengan teliti dan takaran yang presisi. Dan semua yang terjadi dimasa lalu, pasti sudah diatur dengan pola yang tak bisa kita pahami, kecuali kita sudah bisa berbamai dengan masa lalu.

Dan kini aku sudah bisa berdamai dengan MASA LALU ku....

Waktu akan terus berjalan, tak peduli apa yang terjadi dibelakang, karena yang sedang terjadi adalah sekarang, yeng menjadi penyebab untuk kejadian yang akan datang.

Esok lusa akan ku beritahu tentang masa lalu ku...

Pagi kian dekat menyapa, di ujung gerimis ini aku nikmati sisa-sisa malam. Dan berdoa esok pagi akan datnag dengan kehangatan, dan lebih banyak lagi penjelasan Tuhan yang bisa aku mengeri...

Terima kasih untuk kisah mala ini, Sepeda Ontel Tua, kau akan tetap menjadi sahabatku yang tak pernah tergantikan.

Semangat menjemput dunia... :D

Rabu, 21 Maret 2012

Kisah Dari sang MALAM

Gerimis turun perlahan di penghujung malam. Teramat lembut menyapa wajah-wajah yang berkawan malam.

Aku memang selau suka dengan gerimis. Ada alunan yang sendu setiap kali tetesnya jatuh ke bumi. Membawa kita menikmati dunia kita sendiri, ada ketenangan dan kedamaian. Aku juga suka hujan. Setiap kali tetesnya deras menyapa wajah, ada suatu rasa yang berbeda yang kadang membangunkan kita dari mimpi-mimpi menuju kenyataan. Namun terkadang tetes-tetes itu justru membawa kita jauh menembus mimpi-mimpi. Menuju dunia lain yang teramat indah untuk didatangi. Merasakan kelembutan hidup yang mungkin hanya bisa kita pahami lewat imajinasi.

Malam ini, gerimis kembali datang. Namun sayang hujan tak kunjung datang. Hingga alunan merdu butiran-butirannya tak bisa menutup malam yang indah ini. Tak apalah, ketenangan malam ini juga sudah terasa cukup untuk mengisi penatnya hidup akhir-akhir ini.

Malam yang panjang, tapi amat menyenangkan. Mungkin ini lah kebahagiaan yang orang cari dari sebuah persahabatan. Walaupun sebenarnya aku sendiri tak pernah tau pasti arti dari sebuah persahabatan. Namun setidaknya aku bisa lebih memahami tentang berbagi. Berbagi cerita kepada orang lain.

Sahabat, dulu aku memahaminya sebagai sesuatu yang mustahil dan hanya omong kosong belaka. Karena yang aku mengerti tentang sifat dasar manusia adalah sebuah keegoisan. Semua yang dilakukan oleh setiap orang pasti didasari oleh kepentingan. Percaya adalah kata yang asing dan tabu untuk diperbincangkan, kata lain dari kemunafikan. Hingga sampai sekarang pun aku masih percaya, bahwa keEGOISan lah yang membimbing manusia untuk bisa menjalani hidup di dunia ini.

Namun, ada sedikit pemahan baru diotaku yang kecil ini. Bahwa keegoisan itu juga relatif. Bukankah memang semuanya itu tak ada yang pasti, tergantung dari mana orang mengambil sudut pandangnya.

Ya, menurutku egois itu bisa dipandang negatif, bisa pula dipandang positif. Bukankah membantu orang lain bisa juga sebuah dorongan pribadi yang menginginkan kebahagian dari menolong orang lain. Disadari atau tidak, kita melakukan sebuah kebaikan itu sebenarnya didasari oleh kebutuhan kita. Mulai dari kebahagian, kepuasan, bahkan mungkin karena CINTA. Jadi, egois itu tergantung bagaimana kita memaknainya.

Keegoisan inilah yang selalu menjaga tingkat kepercayaan seseorang. Entah itu percaya kepada diri sendiri, maupun percaya kepada orang lain. Karena setiap orang itu pasti memiliki Zona Privacynya sendiri-sendiri. Dan di zona itulah seseorang bisa lebih mengerti akan dirinya. Lebih bisa berfikir tenang dan dewasa. Walaupun terkadang hubungan sosial juga membantu kita dalam menjalani hidup ini, namun sebenarnya ada saat saat tertentu dimana kita butuh sendiri. Keegoisan lah yang selalu membantu kita membatasi Zona Privacy kita dalam bentuk sebuah kepercayaan.

Walaupun aku belum percaya sepenuhnya tentang sahabat, namun ketika ada orang-orang yang menghormati batas privasiku. Maka aku akan lebih peduli pada mereka dan mencoba untuk membuka diri dan mencoba pula memahami batas-batas privacy mereka.

TERIMA KASIH UNTUK MALAM YANG MENYENANGKAN INI.

Setidaknya aku merasa lega dan lebih bisa berdamai dengan masa lalu itu. Esok lusa pasti akan kuceritakan tentang MASA LALU itu.

Malam teramat larut, pagi datang dengan tenang dan lembut.

Gerimis telah lama usai, namun sisa-sisa alunan basahnya masih menyejukan.

Pagi, aku masih belum siap menyambutmu, bisarkan sejenak aku menikmati Mimpi malam ini. Keindahan dari sang malam.

Malam, Terima Kasih Untuk Kisah Malam Ini.

Selasa, 20 Maret 2012

Tulisan Pertama


Aku bukanlah siapa-siapa. Hanya seorang lelaki yang selalu terjebak oleh dunianya sendiri. pemimpi ulung yang tak pernah tau apa yang akan diperbuatnya.

Banyak hal yang selalu menghinggapi fikiranku, tapi tak satu pun yang keluar menjadi sesuatu yang berguna bagi orang lain. Mungkin karena aku terlalu sibuk memikirkannya, tanpa mau melakukannya.

Satu yang kubenci adalah tentang ketakutanku ini. Aku terlalu takut menghadapi hari esok. Terlalu takut untuk memulai sesuatu. Karena yang bisa kulakukan hanya lah berpikir.

Namun, setidaknya masih ada sisa-sisa semangatku untuk berubah. Setidaknya sisa-sisa itu lah yang selalu menuntunku melawati beratnya hidup ini. Berusaha sekuat tenaga untuk bisa berubah, Memupuk sedikit demi sedikit keberanian itu.

terlalu banyak hal yang terjadi belakangan ini. Terkadang berat dan amat membebani kepala. Namun, bukankah semua itu juga proses belajar yang tidak pernah disampaikan guru atau dosen di kelas. Namun esensinya justru lebih penting dari pada sekedar rumus-rumus vermi dyrack ataupun boltsman. Karena dengan pelajaran itulah manusia bisa memahami hidup. Berdamai dengan hidup, kemudian memaknainya. Hingga nanti, keberadaan kita di dunia akan  bermakna. Setidaknya berguna untuk orang-orang disekitar kita.

awali hari dengan semangat, dengan segelas kopi panas...

SEMANGAT menjemput dunia :D ........

esok akan kita lanjutkan lagi....