Pagi menjemput mentari...
Udara sejuk hiasi bumi...
Sebenarnya aku tak terlalu suka pagi. Karena ketika pagi tiba, maka hari yang berat akan segera mengiringi. Lelah dan penat akan segera menghimpit ketenangan dan kedamaian dari malam.
Tapi, bukankah sudah terlalu sering kukatakan, bahwa hidup ini relatif. Jadi mau tak mau aku harus bisa memandang pagi dengan cara yang berbeda. Bahwa ketika pagi datang, cerita pun dibuka lagi setelah tertidur pada imajinasi malam. Realita yang apapun bentuknya harus kita jalani, karena memang ada kenyataan yang harus kita lalui dikala siang.
Pagi, mungkin memang takkan seindah senja, juga malam. Tapi ketika sinar mentari menembus celah jendela kamarku, maka sebenarnya pagilah yang selalu menyadarkanku akan mimpi-mimpi juga imajinasi konyol yang selalu aku dengungkan saat malam datang. Karena realita adalah batasan bagi sebuah mimpi.
"I'm not an idealist, but i'm very realist"
Sinar mentari menghangatkan udara sejuk, menjadikan uap-uap kesejukan dari sang malam berubah menjadi butiran-butiran embun mimpi, jatuh ketanah lalu akan tumbuh menjadi benih. Dan benih mimpi itulah yang selalu menjadi alasan kita hidup.
Pagi yang indah, sejuk dan menenangkan. Penanda bahwa roda akan berputar lagi...
Pagi ini, aku ditemani secangkir kopi...
Karena aku suka kopi...
Bukan kopi instan seperti yang orang kebanyakan suka, tapi dari kopi racikan sendiri yang diatur dengan takaran yang pas. Bagiku, kopi itu cerminan dari hidup. Ada banyak pesan dari kopi yang bisa kita maknai dalam hidup kita masing-masing.
Kopi instan.. Seperti hidup orang-orang yang memuja jalan pintas. Menjalani hidup dengan angan-angan besar yang hanya mementingkan hasil akhir tanpa pernah peduli pada proses yang dijalani. Bagi mereka, hasil akhir adalah tujuan pasti yang harus didapat. Tak peduli lewat mana dan kemana mereka melangkah, tak peduli apa saja yang sudah mereka injak, karena yang mereka peduli hanyalah hasil akhir yang selalu mereka banggakan. Apapun akan mereka tempuh untuk dapat mencapai tujuan mereka. Inilah cara pandang seorang munafik yang selalu hidup dengan bayang-bayang.
Buatku, hidup ini seperti kopi hitam...
Semuanya diatur dengan komposisi yang pas oleh peraciknya. Takaran kopi yang sesuai, takaran gula yang sesuai, temperatur air yang sesuai, lalu mengaduk dengan perlahan. Ada pahit, juga ada manis. Bagiku Tuhan adalah sebagai peracik kehidupan, dan kitalah kehidupan itu. Tuhan sudah mengatur semua dengan takaran yang sangat pas, karena Dia lah seorang maestro peracik kehidupan. Terkadang pahit, terkadang manis. Tapi justru perpaduan dari pahit dan manis inilah letak kenikmatan dari kopi, letak kenikmatan dari hidup. Mungkin terkadang kita hanya bisa merasakan rasa pahitnya saja, tapi tetap saja, bukankah pahit juga sebuah rasa. rasa yang harus bisa kita nikmati, ketika kita mulai terbiasa, dan mampu memahaminya dengan sebuah pemahaman baru, maka kita akan tau dimana letak dari rasa manis.
Seperti rutinitas akhir-akhir ini....
Memang amat pahit dan melelahkan, tapi aku hanya perlu menjalaninya, mencari pemahaman baru pada penjelasan Tuhan yang tersembunyi pada tiap kisahnya. Karena waktu pun akan terus berjalan, pagi, siang, senja, malam hingga dimulai lagi pada pagi ini.
Pasti ada banyak pesan pada kepenatan dan lelah ini, aku hanya perlu memahaminya lebih...
Semangat kawan, semuanya sudah diatur dengan takaran yang sangat pas. kita hanya perlu menjalaninya, aku dan kamu...
Untuk gadis dengan mata sayu, tetaplah tersenyum pada kepenatan yang menghimpit ini...
Pagi, terimakasih untuk ceritamu, mulai hari ini akan kucoba untuk bisa bersahabat denganmu...
Untuk kopi hitam yang selalu temani hariku, juga kopi pagi ini........
Semangat menjemput dunia............