Pagi ini, aku
berhasil membuat setan-setan kecewa. Aku bangun jauh lebih pagi dari biasanya,
mengambil air wudhu, dengan langkah pasti bergerak menuju masjid ujung gang.
Rutinitas yang entah kapan terakhir kali aku melakukanya. Aku pun lupa.
Udara pagi di
kota ini memang tak sesegar seperti udara di gunung merbabu kemarin pagi, tapi
pagi tetaplah pagi, sunyi yang menyelimutinya tetaplah sama. Dimanapun itu.
Ketidakbiasaanku
ini bukannya tanpa alasan, aku memang sedang butuh banyak energi. Dan aku
mengisi ulang energiku dengan cara memenuhi rongga dadaku dengan udara pagi dan
kesunyiannya, serta secangkir kopi tentunya.
Ya, aku baru
saja kehilangan banyak sekali energi bersama dengan sepeda tuaku yang juga
hilang entah kemana.
Seperti
mimpi, seperti semuanya tak pernah terjadi. Rasanya baru kemarin aku bersepeda
mengelilingi kota. Baru semalam aku mengayuhnya dengan semangat. Tapi pagi ini,
sepeda tuaku entah berada dimana.
Sebenarnya
semalam aku berharap itu semua hanya mimpi belaka. Saat aku bangun, sepeda
tuaku itu sudah ada di depan kamar kostku. Tapi kenyataan tetaplah kenyataan,
yang terjadi pasti terjadi.
Kita tak pernah menanamkan apa-apa
Kita tak pernah kehilangan apa-apa
_Soe Hok Gie
Ya, kita
memang tidak pernah menanamkan (memiliki) apa-apa, jadi sudah sepantasnya juga
kalau kita tak akan kehilangan apa-apa. Sesuatu yang memang tak pernah ada,
akhirnya juga akan kembali kedalam ketiadaan itu. Sesuatu yang kita punya
sekarang ini bukan lah apa yang kita punya, Tuhan hanya sedang berbaik hati
meminjamkannya kepada kita, menitipkan sesuatu tersebut untuk kita jaga sepenuh
tenaga. Namun, jika waktu itu telah habis, Tuhan akan mengambilnya lagi, karena
itu memang hakNya, Dia yang memiliki bumi, alam semesta, dan semua isinya.
Setiap orang
pasti pernah mengalami yang namanya kehilangan. Karena Tuhan dengan sangat
adilnya selalu menitipkan sesuatu kepada setiap hambanya sesuai dengan
kemampuannya masing-masing. Namun, suatu waktu Dia mengambilnya lagi, ketika
waktu yang diberikan dirasa cukup. Namun, Dia pasti akan menggantinya dengan
sesuatu yang jauh lebih baik. Menggantinya dalam bentuk apapun yang Dia mau.
Mungkin bukan dengan sesuatu yang sama seperti yang kita punya dulu, tapi yang
pasti itu jauh lebih baik dari sebelumnya. Karena, buat yang memahaminya (yang
tidak bebal dan sombong), ia akan mendapatkan sesuatu yang jauh lebih keren
dari sekedar sesuatu tersebut, ialah pemahaman baik. Pengertian baru.
Suatu waktu
mungkin kita pernah kehilangan robot-robotan, namun beberapa hari kemudian kita
sudah asik bermain dengan mobil-mobilan. Suatu waktu mungkin kita pernah
kehilangan uang 10ribu, tapi hari kemudian kita sudah jajan di kantin lagi. Ya,
kita semua memang sudah pasti pernah merasakannya. Hidup memang selalu membawa
kita pada kehilangan-kehilangan selanjutnya.
Begitu pula
dengan orang-orang yang pernah kita cintai. Kita tak pernah memiliki mereka,
kita hanya diberi kesempatan olehNya untuk menikmati waktu bersama mereka.
Suatu waktu, Dia pasti akan mengambil kepunyaanNya lagi. Dan kita tak
seharusnya meratapi kehilangan itu, karena Tuahan pasti akan menggantinya
dengan sesuatu yang baru, cinta yang baru. Dan cinta itu memang jauh berbeda
dengan cinta yang lama. Karena memang begitulah hidup mengajari kita, ada
banyak pintu di dalam kehidupan kita. Ketika suatu pintu tertutup, kita masih
punya banyak pintu yang masih terbuka, di dalamnya memang jauh berbeda dengan
pintu sebelumnya. Tapi memang begitulah hidup, setiap konstelasi punya
susunannya sendiri-sendiri, setiap planet punya waktu rotasinya
sendiri-sendiri, dan setiap pintu punya isinya sendiri-sendiri. Bukan tentang
pintu yang sudah tertutup, tapi tentang apa yang kita maknai untuk pintu-pintu
yang masih terbuka.
Sama halnya
dengan sepeda tuaku itu, si hitam yang ringkih. Mingkin sepeda tua itu kini
sudah diambil lagi oleh Tuhan, dan Dia menitipkannya pada orang lain, tapi
kenanganku dengan sepeda tua itu tak akan pernah hilang. Ia akan tetap hidup
menempati salah satu ruang di dalam hatiku. Kenangan-kenangan itulah yang akan
menjaga ia tetap hidup di dalam hati. Karena hal yang menyakitkan adalah bukan
tentang kehilangan bentuk nyatanya, tapi saat kehilangan kenangan yang
diberikannya. Ketika kenangan itu hilang, ada sebuah runang kosong yang
tertinggal di dalam hati, dan itu akan merapuhkan hati.
Sebenarnya
sampai sekarang pun aku masih heran, kenapa sepeda tua yang amat ringkih itu
masih ada yang berminat untuk mengambilnya. Pastilah ada sesuatu yang besar
yang mendorongnya untuk mengambil sepeda tuaku itu. Karena, mungkin hanya aku yang
merasa nyaman-nyaman saja saat mengayuh pedal ringkihnya yang berbunyi setiap
dikayuh. Apapun itu, mudah-mudahan sepeda tuaku itu bisa membantu si pengambil
menyelesaikan urusannya, entah apapun itu. Dan aku berharap agar Tuhan bersedia
untuk memberikannya sebuah pemahaman baik, bahwa apapun yang terjadi, mencuri
adalah hal yang benar-benar hina. Aku ikhlas akan sepeda tua itu.
Tuhan selalu
adil, walau mungkin terkadang kita terlalu bebal untuk memahaminya. Kita pernah
merasa kehilangan, tapi Tuhan akan menggantinya dengan sesuatu yang baru. Kita
hanya perlu memahaminya dengan pemahaman baik. Karena Tuhan tau mana yang
terbaik untuk hambaNya. Begitu pula ketika kita belum siap maka Tuhan tak akan
menitipkan milikNya kepada kita, Tuhan juga tak akan pernah mengambil apapun
milikNya ketika kita belum siap. Karena Tuhan lah yang paling mengeti keadaan
kita, lebih mengerti dari diri kita sendiri. Jadi, sudah seharusnya kita
memasrahkan semuanya kepada Tuhan, bersukur akan apa yang kita miliki sekarang,
dan apa pun yang pernah kita miliki.
Untuk beratus
kilometer yang aku lewati bersamanya. Untuk beribu waktu yang aku arungi
bersamanya. Dan untuk berjuta lembaran kenangan yang aku maknai bersamanya. Ia
memang telah hilang, pergi entah kemana. Tapi kenangan akannya tetap tinggal
dan hidup di dalam hatiku. Kenangan itu yang menjagaku tetap hidup dalam sebuah
putaran waktu.
Aku sudah
ikhal akan kepergiannya, dan aku bersyukur akannya. Tuhan, berilah hambamu
pemahaman baik itu.
Untuk pagi,
dan untuk segelas kopi.