Kamis, 29 November 2012

Agen Perubahan


Hidup indonesia...

Hidup indonesia...

Hidup indonesia...

Teriakan-teriakan yang mendukung timnas Indonesia berlaga di ajang piala AFF, sebuah turnamen sepak bola antar negara-negara asia tenggara.

Peluit tanda berakhirnya pertandingan akhirnya terdengar. Menandai berakhirnya pertandingan timnas di laga pertama di turnamen ini.

Sebuah hari besar untuk timnas Indonesia. Hari besar, karena hari ini berbeda dengan hari-hari sebelumnya, berbeda dengan sejarah-sejarah di masa lalu. Heri besar, hari pembeda. Tapi, pembeda di sini bukan berkonotasi positif, melainkan sebaliknya. Ya, timnas Indonesia berhasil ditahan imbang oleh timnas Laos setelah di empat pertemuan sebelumnya selalu berhasil menang dengan skor telak. Timnas Laos yang notabennya adalah salah satu tim lemah di kawasan asia tenggara berhasil menahan imbang timnas indonesia yang merupakan empat kali finalis di turnamen ini. Bahkan terakhir kali timnas indonesia tampil di partai final adalah di turnamen sebelum ini, dua tahun lalu. Tapi, memang dua tahun bukan waktu yang lama untuk merubah sejarah. Dan timnas laos berhasil melakukannya.

Kalo boleh saya katakan, bukan timnas laos yang menahan timnas indonesia, tapi sebaliknya. Tahu maksud saya? Ya, disepanjang pertandingan justru timnas laos yang memegang kendali permainan. Timnas indonesia? Ah  saya jijik melihatnya, sebuah keberuntungan akhirnya mereka bisa menyamakan kedudukan di menit-menit akhir.

Saya berdoa timnas indonesia TIDAK lolos dari putaran grup di turnamen ini. Bukan karena rasa nasionalisme saya sudah mati. Bukan, bukan karena itu. Tapi justru karena kecintaan saya pada bangsa ini. Jujur saya juga berharap akan kejayaan timnas indonesia pada turnamen ini. Tapi untuk saat ini akan lebih baik jika timnas indonesia terpuruk. Biar semua pihak ditampar oleh keadaan yang seperti itu. Sudah terlalu carut marut keadaan sepak bola kita sekarang ini. Bukankah terkadang keadaan pahit lebih bisa mengena dari pada keadaan yang membuai. Sejarah-sejarah pahit telah lama membuat perubahan di muka bumi ini.
Dengan sebuah keterpurukan timnas saya berharap semua pihak menjadi lebih dewasa lagi, entah itu masyarakat secara umum atau para pembesar-pembesar yang duduk di atas kekuasaan tertinggi sepak bola indonesia. Namun tidak menutup kemungkinan akan bangkitnya sifat kekanak-kanakan para sporter bola yang melakukan anarkisme dimana-mana. Tapi setidaknya dengan hal semacam itu (walaupun saya tidak setuju) bisa merubah arah petinggi sepak bola kita. Reformasi harus segera terjadi di dalam dunia persepakbolaan kita ini.

Namun, kembali lagi ke individu masing-masing. Ada yang bisa kembali berdiri dari sebuah keterpurukan, ada pula yang semakin jatuh dalam keterpurukan itu. Saya berharap individu-individu yang mampu bangkit lebih banyak dan bisa membawa perubahan.

Yang saya lihat dalam perkembangan sepak bola indonesia dewasa ini, semua pergerakan mengatasnamakan golongan masing-masing. Sungguh sangat ironi bahwa dunia sepak bola kita tercinta ini terdapat dua golongan besar. IPL dan ISP. Di tahun sebelumnya ISL lah yang memegang kendali, tapi sekarang IPL lah yang memegang kendali arah. Sebuah ironi memang, bukannya perubahan yang terjadi, justru hanya berganti nahkoda saja sepertinya dunia sepak bola indonesia. Perpindahan kekuasaan dari ISL ke IPL. Hasilnya? Payah.....

Saya ingat kata-kata soe hok gie, tokoh perubahan yang mati muda di puncak Mahameru. Seorang tokoh yang saya kagumi akan idealisme-idealismenya, meskipun terlalu skeptis dan pesimis, serta seorang ateis kalau boleh saya berkomentar akan hal nigatif dari tokoh ini. Ia pernah berkata bahwa ia sangat merindukan individu-individu yang berjuang untuk indonesia bukan mengatasnamakan golongan mereka masing-masing. Tapi perjuangan yang berasal dari jiwa nasionalisme yang terbakar di dalam diri masing-masing. Saya sangat setuju dengan pendapat hok gie. Yang saya lihat (bukan dari petinggi-petinggi negri ini, karena saya terlalu muak melihat tingkah mereka) dari kehidupan dikampus (meskipun saya bukan seorang aktivis) banyak beberapa teman mahasiswa yang mengatas namakan golongan mereka masing-masing dalam mengutarakan perdapat.

Ada salah satu teman saya yang mengaku seorang pluralis, dia mengatakan hal-hal yang berbau politik (meskipun masih sederhana) menjelek-jelekan golongan lain (golongan beragama). Begitu juga sebaliknya, ada golongan agamis yang mengatas namakan golongan mereka bahwa sistem indonesia harusnya benilah, begitulah. Ahhh, aku muak...
Teman pluralis saya itu pernah berkata, bahwa seharusnya golongan-golongan agamis itu tak menggunakan agama sebagai kedok mencari kekuasaan. Mungkin benar adanya, tapi karena dikemukakan oleh individu yang menganggap golongannya yang paling benar dan golongan lain selalu salah, saya tidak setuju. Agama dalah batas-batas kebebasan seseorang, dan agama tidak hanya mencakup hubangan manusia dengan tuhannya, tapi juga dengan sesamanya.

Teman agamis saya berkata, golongan-golongan pluralis itu seharusnya mengerti batas-batas agama, tidak seenaknya sendiri. Saya juga sebenarnya setuju, bahwa agama menjadi pedoman dalam melakukan segala sesuatu. Tapi sekali lagi, karena dikemukakan oleh individu yang menganggap golongannya yang paling benar dan golongan lain selalu salah, saya tidak setuju. Indonesia adalah negara besar, bukan hanya milik agama tertentu saja, seharusnya semua perbedaan itu disatukan, bukannya terpecah belah. Saya juga seorang muslim, dan menurut saya islam itu sebuah agama yang menjunjung tinggi toleransi.
Bukannya saya plin pan atau apa, berganti-ganti pendapat. Saya yakin, tiap-tiap golongan mempunyi tujuan yang mulia, tapi individu-individu yang mengangkatnya terlalu silau akan bendera masing-masing. Lalu tujuan mulia tadi berganti arah sesuai individu-individu yang mengusungnya. Lalu apa bedanya hal ini dengan rasis?? Aku muak...

Alangkah indahnya ketika masing-masing individu tadi tak mengatasnamakan golongan masing-masing dalam mengemukakan sebuah pemikiran. Rasa nasionalisme yang tebakar di dalam jiwa mereka masing-masinglah yang akhirnya saling bahu membahu mengangkat harkat dan martabat bangsa. Saya sungguh merindukan datangnya masa itu...

Saya lebih suka individu-individu yang lebih berkarya atas nama dirinya sendiri dari pada individu yang lebih suka bercuap-cuap atas nama golongan mereka sementara lingkungan, masyarakat disekitar tak penah tau apa yang sedang mereka diskusikan. Jangan tanya soal perubahan? Nol besar...

Saya kira, seharusnya semua hal baik itu dimulai dari diri sendiri. Baru kemudian merambat pada lingkungan sekitar, dalam hal ini golongan. Lha, kalau sendirinya saja tak mampu membuat perubahan meskipun sedikit, melakukan hal baik, meskipun cuma secuil, berani bicara panjang lebar mengenai perubahan. Terlalu muluk...

Saya sungguh salut pada komunitas-komunitas dari almamater sebelah yang lebih banyak berkarya dari pada berpendapat. Jika dibandingkan dengan almamaterku ini, ah terlalu jauh. Sungguh lucu, sampai-sampai BEM nya saja harus dibekukan. Tidak berbeda jauh sebenarnya dengan politik negri kita sekarang. Tiap-tiap golongan salig adu pendapat menganggap golongan mereka yang paling benar. Sebuah pencerminan yang sangat tepat...

Kembali pada sepak bola indonesia, saya kira yang sedang berlaga pada turnamen AFF kali ini adalah sebuah tim yang mewakili sebuah golongan. Bukan indonesia secara utuh. Kepentingan-kepentinga telah membutakan mata para petinggi persepakbolaan kita...

Saya lebih suka melihat anak-anak kecil yang bermain sepak bola dari pada mereka yang mengaku timnas. Lihat lah, para pemain naturalisasi itu, tau apa mereka soal rasa nasionalisme? Yang mereka tau adalah soal popularitas...

Bisa dilihat bagaimana prestasi timnas U11 atau U15 yang begitu cemerlang dibanding timnas senior kita. Karena yang menjadi bahan bakar garuda-garuda muda ini adalah rasa nasionalisme yang dibakar oleh kecintaan mereka akan sepak bola. Bagaimana mimpi-mimpi mereka membimbing mereka terus berlari mengejar bola. Hingga kemudian kepentingan-kepentingan menghapus semua itu. Alangkah busuknya dunia orang dewasa itu. Anak-anak ini, dengan kesenangan yang lepas, berlari membawa nama negaranya, sedangkan orang-orang tua itu mengatasnamakan kepentingan golongannya. Bisa apa mereka?
Saya sungguh sangat berharap akan kondisi sekarang ini, akan adanya sebuah perubahan. Ketika kepentingan golongan terhapus oleh rasa nasionalisme. Dan semua pihak mau belajar untuk menjadi individu-individu yang jauh lebih baik dari sekarang. Dan semua pihak melupakan bendera golongan masing-masing, karena yang mereka pegang sekarang adalah sang saka merah putih.

Untuk jiwa-jiwa idealis yang tetap bertahan dengan tujuan mulianya. Tetaplah bertahan meski kalian terhimpit oleh dunia yang semakin kacau saja. Golongan semakin berkoar akan kepentingannya mengacuhkan kalian. Janganlah berhenti berkarya, meskipun hanya secuil. Marilah bersama kita tunjukan idealisme kita masing-masing mampu membawa perubahan di atas bumi permai kita ini. Kita tunjukan pada semua golongan itu tentang karya-karya kita, dan menjadi contoh untuk individu lainnya.

Kita adalah agen perubahan kawan, meskipun datang dengan idealisme-idealisme yang mungkin berbeda dan berlawanan. Tapi kita tau bagaimana untuk berkarya dari pada bertutur.

Mari berjuang kawan !!!

Jumat, 23 November 2012

dengan senyum !


Sekali lagi kegagalan menahanku disini. Memaksaku untuk kembali mengambil data untuk kolokium sementara instrumen penelitian skripsi saja belum selesai dibuat. Padahal deadline tinggal satu minggu lagi....

Penat !!!!!!

Tapi bukan waktunya untuk mengeluh, sama halnya tak mengeluhkan cuaca dua hari ini yang amat jauh dari cerah.

Aku tak mau mengeluh dengan semua keadaan ini. Aku hanya mencoba untuk bisa belajar dalam gelap ini.

Pernah terlintas di pikiranku, aku pasti akan merindukan saat-saat seperti ini. Skripsi dan kolokium, serta semua kesibukan ini. Bila nanti semua ini selesai, pasti akan ada sebagian yang hilang dalam jiwaku ini. Kebiasaan dan kesibukan yang tiba-tiba lenyap begitu saja seperti hujan yang hilang di awal musim panas. Dan aku kembali harus beradaptasi dengan kesibukan baruku.

Jadi, kenapa tak coba kunikmati saja semua ini? Dengan seulas senyum, semangat itu pasti akan terbakar lagi. Dan semua pasti akan berjalan baik-baik saja.

Jadi percuma saja mengeluh, karena semua kedaan dan kekacauan tak akan mau mengerti keluhan ini, aku seharusnya bisa menikmati semua keadaan ini dan berusaha untuk mengerti dan belajar dari kegagalan ini...

Dengan seulas senyum yang tulus dari hati, semua pasti akan baik-baik saja. Dan aku pasti akan bisa menikmati semua ini...

Penat ....


Penat, penat, dan amat penat...

Lagi, lagi, dan sekali lagi...

Bulan ini benar-benar penat, terulang dan terulang lagi. Skripsi dan kolokium ini benar-benar menyita waktuku, menghabiskan tiap energi jiwaku. Deadline dan target yang selalu menghantui kadang tak pernah mau mengerti. Hei, mana mungkin mereka mau mengerti, AKULAH YANG SEHARUSNYA MENGERTI MEREKA !!!

Yaa, sudah seharusnya aku yang mengalah, karena disini aku lah yang menjalani kehidupan ini, bukan tumpukan kertas itu. Akulah yang punya jiwa dan hati, jadi aku sendiri yang menentukan bagaimana jalan ceritanya.

Disaat-saat seperti ini, rasanya jiwa benar-benar amat rapuh. Tersentuh sedikit saja bisa pecah seketika. Tanpa pegangan dan tanpa pengikat.
Heii, tapi aku masih punya rumah. Benar, sudah hampir tiga bulan ini aku tak pulang, dan aku benar-benar merindukan rumah. Merindukan saat-saat menunggui mamah memasak di dapur, merindukan sosok bapak yang pendiam dan kaku, merindukan kecerian adik kecilku yang 
amat manja. Tapi semua kepenatan ini mengikatku disini.

Aku mengeluh?? Menyerah??

Belum, aku akan bertahan menyelesaikan ini semua. Dan kerinduan ini biar kukonversi menjadi energi positif untuk membantuku berpijak menhadapi semua kepenatan ini. Aku akan berusaha untuk mengerti kalian hei kawan-kawanku, skripsi dan kolokium. Karena esok aku pasti akan merindukan kalian....

Menembus rintik-rintik hujan demi sebuah pencapaian !!


Hujan mengungkung langit kota kecil kami dua hari ini. Menyelimuti kami dengan gelap sepanjang hari, dengan hujan yang hanya akan berhenti ketika malam telah cukup gelap dibanding langit. Hujan yang tak kunjung berhenti itu memaksa tubuh-tubuh kecil kami meringkuk dibalik selimut, malas beranjak dari zona nyaman masing-masing. Hujan yang reda meninggalkan hawa dingin yang memaksa sepasang laki dan perempuan membatalkan janji bertemu malam tadi. Cuaca dua hari ini benar-benar tidak produktif.

Tapi tentu saja ada pengecualian untuk beberapa individu. Mereka ini individu-individu yang mencoba untuk keluar dari zona nyaman mereka masing-masing. Buktinya kota kecil kami ini tak benar-benar mati. Masih ada beberapa orang yang lalu lalang di jalanan, menembus rintik hujan demi sebuah kesempatan yang ingin mereka kejar. Tak sedikit pula pelajar-pelajar yang memenuhi perpustakaan dan ruang kuliah demi mengejar ilmu, atau presensi? Ahh, setidaknya mereka berani keluar dari zona nyaman demi sebuah tujuan. Dan di malam tadi, tetap ada insan-insan yang tetap berusaha menyalakan api cinta mereka meski tau dingin dengan tak kenal alasan berusaha memadamkannya. Dan untuk mereka yang belum berkesempatan merasakan hangat apinya, sebagian dari mereka memilih menikmati dingin. Karena mereka percaya, dengan menikmati dingin mereka akan lebih peka terhadap hangat. Yaa, mereka-mereka ini, dengan tujuan masing-masing berani untuk keluar dari zona nyamannya.

Dan aku di sini, dengan sepeda tua yang sudah hampir sekarat berusaha untuk menembus rintik-rintik hujan. Menikmati tiap tetes yang dicurahkan langit. Berusaha meresapi pesan yang dibawa tiap tetesnya. Aku berusaha menjadi sebagian dari mereka yang berani keluar dari zona nyaman, dengan tujuan ku sendiri tentunya.

Yaa, aku punya sebuah pencapaian yang harus bisa ku raih di akhir desember. Mungkin terlalu sederhana dan kekanak-kanakan, tapi ini lah yang tetap membantuku bertahan dalam derasnya hujan ini. Di akhir desember ini aku punya target untuk membeli tas carrier, jadi mau tak mau, entah hujan badai atau apa pun aku harus tetap membakar semangat untuk tetap mencari uang sendiri. Bukan mengandalkan sumbangan dari orang tua, apa lagi memanfaatkan kebaikan mereka. Aku mungkin belum memiliki cinta untuk menghangatkanku di tengah derasnya hujan ini, tapi aku punya kekuatan hati yang bisa lebih membakar dari pada cinta dari seorang perempuan. Walaupun jujur aku juga mengharapkannya, tapi sementara ini aku harus berusaha bertahan sendiri. Dengan api yang kunyalakan sendiri.

Menembus rintik-rintik hujan demi sebuah pencapaian !!

Selasa, 13 November 2012

Pesan Senja ini


Aku hanya perlu menCINTAimu dengan cara yang tak pernah dibayangkan oleh dunia, bahkan oleh diriku sendiri...

Aku akan berjuang untuk itu !!

#Cinta itu mengambil kesempatan, yang ini keberanian. Cinta itu melepaskan, yang ini pengorbanan.

Untuk Sahabat !!


Untuk sahabat-sahabat terbaikku. Aku sangat merindukan saat-saat kita tertawa lepas tanpa beban di samping jalan di kota kecil kita. Bercengkrama dari satu cerita ke cerita, berkelana dari satu kisah ke kisah lainnya, hingga satu persatu dari kita mulai berkisah tentang perjalanan masing-masing dengan lepasnya...

Rasanya sekarang sudah tidak seperti dulu lagi, ada yang berubah. Mungkin hanya aku yang merasa, ah, aku sudah berjanji untuk menjadi kuat!!

Tapi memang begitu adanya, ada sesuatu yang mengganjal, antara aku dan dia. Jarak yang terlanjur dibentang, olehku tentunya. Dan dia pun begitu. Juga ada banyak hal yang sudah berubah keadaannya. Karena bumi terus berputar, membawa kisah baru, perubahan. Dan aku yakin perubahan itu membawa kebaikan untuk kita masing-masing, meskipun itu semua akhirnya memecah kita...

Maaf, kalu rasaku ini merubah arah perjalanan kita, karena aku juga tak pernah tau kenapa rasa seperti ini bisa hadir. Tapi aku tak pernah berusaha untuk menyalahkannya, karena CINTA itu tak pernah salah, hanya kita sendiri yang salah dalam mendevinisikannya.

Sekali lagi maaf, karena aku telah mengacaukan semuanya...

Aku berjanji, untuk kalian sahabat-sahabat terbaikku, juga untuk diriku sendiri, bahwa aku akan menjadi lebih kuat lagi. Untuk tetap menjadi pria idealis yang mencoba realistis. Untuk meralistiskan semua idealismenya. Aku akan berusaha untuk menjadi diri sendiri... begini apa adanya...

Dan aku akan berusaha sekuat yang aku bisa dengan caraku sendiri, yang mungkin tak pernah bisa kalian pahami...

Soal jodoh??



entah kebetulan atau apa, tapi ada dua orang penanya yang menanyakan hal yang sama padaku. Yang pertama di tanyakan oleh seseorang yang memang aku akui tentang kekanak-kanakannya, dan yang kedua ditanyakan oleh seorang teman yang memang sama-sama dewasa membicarakan masa depan...
mereka berdua ini bertanya :
"Eh, kalau perempuan didunia ini sudah habis berpasang-pasangan dengan lelaki lain, dan hanya dirimu yang masih sendiri. Terus kau mau gimana?"
Berpikir sejenak...............
Buatku, yang namanya jodoh itu sudah ditentukan masing-masing. Entah nanti akhirnya dipertemukan atau tidak, biarlah nanti waktu yang akan menjawabnya.
Soal kenapa aku tak mencari?? Mungkin itu pertanyaan mereka juga. Aku memang tidak akan mencari karena perasaan cinta itu menurutku sesuatu yang sangat misterius. Cinta bisa datang kapan dan kepada siapa saja sesuka hatinya, ini jika cinta dipandang sebagai perasaan, tapi jika cinta dipandang sebagai kerja adalah tentang apa yang kita lakukan untuk menjadikan seseorang yang kita cintai dalam keadaan terbaik. Tapi menurutku, cinta itu datang dari perasaan, barulah melangkah ke kerjanya. Jadi aku tak berniat mencari dimana cinta itu, aku hanya akan menunggunya dengan sabar ketika akhirnya perasaan itu mulai berbunga indah, aku akan berjuang untuk melakukan kerjanya.
Tapi, dalam masa menungguku ini bukannya aku tak melakukan apa-apa, aku akan bergaul dan berteman dengan siapa saja dengan terbuka. Entah yang cantik atau tidak cantik sekalipun. Cuma, aku tak mau memaksa perasaan atau dengan kekanak-kanakan dengan intens mendekati seorang perempuan. Aku hanya ingin berteman dengan wajar, dan ketika saatnya rasa itu tiba, aku akan memperjuangkannya, walaupun dengan cara yang tak pernah dibayangkan oleh dunia...
Aku akan mempersiapkan diriku hingga saat itu tiba. Menjadi pribadi yang jauh lebih baik dari aku yang sekarang ini. Entah itu materiil maupun sikap. Fisik dan mental akan aku usahakan untuk menjemput hari itu. Karena aku yakin, hari itu akan tiba pada waktunya, ketika Dia sudah memutuskan...
Lalu bagaimana jika benar-benar aku tak dipertemukan dengan jodohku?? Maka sebenarnya ada seorang perempuan yang jauh lebih cantik dan baik sedang menungguku di surga sana... Aku hanya perlu menjadi diriku sendiri, berkarya untuk merubah dunia, bertindak lebih banyak dari pada berkata-kata. Dan akan aku perjuangkan semua mimpi-mimpiku...
Untuk perempuan yang entah siapa disana, di ujung jalan itu, tunggulah, aku akan mempersiapkan diriku untuk menjadi lebih baik lagi dari sekarang ini. Dan akan kuhampiri mu untuk kemudian menggenggam erat tanganmu...

Bocah Pemimpi


Obrolan para mahasiswa semester atas yang udah tahun terakhir di kampus tak pernah jauh dari "eh habis lulus pada mau kemana nih?"
Eng ing eng........
Pernah aku membahas ini hingga pukul 2 dinihari bersama salah satu teman kost yang juga sedang menikmati tahun terakhirnya di kampus. Selain juga membahas topik utama tentang kisah cintanya yang sedikit rumit, ah kalau yang ini lebih baik kita bahas lain kali saja ya...
Kembali ke topik awal, habis lulus mau kemana?? Pertanyaan yang cukup membuat galau buat mahasiswa tingkat atas seperti ane...
Sebenarnya aku sih sudah punya rencana, tapi kalau rencana itu gagal pye?? Belum terpikirkan rencana B, C bahkan D.
Rencana awal sih penginnya 3 tahun setelah lulus pengin berkelana ke barat mencari kitab suci, lho.. ga deng, selama tiga tahun sehabis lulus penginnya menimba pengalaman sebanyak-banyaknya, pengin ikutan Indonesia mengajar, SM3T, trus kuliah PPG. Tapi untuk bisa masuk di indonesia mengajar sepertinya butuh perjuangan yang ga akan mudah,karena saingannya itu lho... Ngeri lek...
Trus setelah 3 tahun berkelana (penginnya sih keluar pulau), baru deh mulai serius menetap di suatu tempat yang entah dimana kehendak Tuhan nanti. Sementara sih penginnya di jawa barat aja, biar dapet lingkungan baru, biar bisa backback ke jogja, kota tercinta. Aneh kan, masa mau backpackeran ke jogja kalu sendirinya aja tinggalnya di jogja...hahahaha
Nah, di tempat menetap nantinya penginnya sih jadi PNS, tapi ga cuma ngajar secara formal, tapi pengin juga berbagi ilmu dengan anak-anak yang kurang mampu. Pengin bisa mengajak mereka untuk melihat dunia yang lebih luas, yang tak pernah mereka bayangkan. Aku pengin mengajak mereka bermimpi setinggi-tingginya. Dan untuk anak-anak yang mampu, penginnya sih mengajak mereka lebih bisa menghargai alam, alam indonesia khususnya serta rakyatnya secara langsung. Aku sih berharap dari mereka yang mempunyai kesempatan lebih besar meraih mimpinya agar bisa berbagi dengan yang lain untuk mengejar mimpi. Pokoknya intinya pengin memperbaiki generasi bangsa ini dengan mimpi-mimpi...
Ah, mungkin memang terdengar agak muluk dan idealis, tapi aku akan berusaha sekuat yang aku bisa untuk mewujudkannya....
Oiya, aku juga pengin buka toko peralatan naik gunung dan penyewaannya sekalian sih kalau bisa... mudah-mudahan bisa terwujud.. aminnnn
Itulah rencana kedepan setelah lulus hingga umur 29 tahun akhirnya aku menemukan jodoh, bagian rusuk yang hilang entah kemana. Menikah di umur 29 atau 30 kemudian hidup bahagia...hahaha
Tapi, itu semua hanya rencana seorang bocah yang selalu sibuk dengan khayalan-khayalannya, mimpi-mimpinya. Tuhan lah yang menentukan mana yang baik dan tidak, dan Dia lah yang akhirnya memutuskan mana rencana yang terbaik untukku...
Dan kalau pun rencana diatas tidak berjalan sebagaimana rencanaku semula, aku hanya ingin melakukan sesuatu entah itu di kampung halaman, atau dimanapun, melakukan sesuatu apapun itu yang setidaknya meskipunn sedikit dunia ini berubah ke arah yang lebih baik. Aku ingin berkarya, dan kehadiranku di dunia ini sedikit bermanfaat untuk lingkunganku...
Aku memang seorag pemimpi, tapi aku bukan pembual.... biar kutunjukan itu!!

Ini Caraku !


Cukup menjadi diri sendiri, dan semua akan baik-baik saja !! sederhana saja...
Terserah orang lain mau berpendapat seperti apa, mau berargumen dengan dasar apapun, karena aku sudah punya teoriku sendiri, hipotesis-hipotesis sendiri tentang bagai mana menjalani hidupku ini. Hidupku yana begini ini, sudah pasti berbeda dengan hidupmu atau hidup orang lain.
Mungkin kau bisa bilang kalau aku ini terlalu teoritis dan idealis, atau bahkan egois mungkin, tapi aku hanyalah seorang bocah rapuh yang sedang mencoba untuk menerapkan semua teorina di kehidupan nyata. Mungkin ada beberapa teorinya yang berlainan dengan kondisi di lapangan, maka aku akan menggunakan hasil itu untuk sedikit merevisi teori awalku. aku hanya sedang berusaha untuk merealistiskan semua idealismeku. Bukankah sebuah hipotesis harus berusaha untuk dibuktikan kebenarannya lewat percobaan-percobaan?

Dan aku hanya sedang berusaha untuk membuktikan teori cintaku, terkadang ada keraguan memang, tapi semakin lama semakin sedikit lebih bertambah pengertianku tentang cinta. Bukan kekanak-kanakan seperti salah satu temanku yang sibuk mencari 'pacar', karena yang ku cari ini cinta, entah cinta itu berbalas atau tidak. Entah cinta itu berbentuk seperti apa, aku hanya ingin membuktikan kalau cinta itu selalu indah, selalu menyembuhkan. Bukan gila atau menyakitkan seperti yang kerap di alami beberapa pesakitan.

Tapi jujur, terkadang selalu ada keraguan yang menghampiriku dalam sepi, dalam gelap yang selalu mnggayut saat malam datang, dan seketika itu aku kembali tersungkur jatuh. Tapi aku masih berusaha bertahan, keras kepala mempertahankan apa yang baik menurut isi kepalaku yang sedikit rumit ini.

Dan aku masih tetap berpijak disini, berusaha untuk tetap mencintaimu. Dan aku sedang berusaha mencari cara terbaik untuk mencintaimu, karena aku tau aku tak pernah bisa menggenggam cintamu. aku sedang berusaha untuk melepaskanmu, bukan melupakan. karena bagaimanapun juga kau tetaplah sahabat terbaik yang pernah kumiliki, maka aku akan berusaha untuk berkorban sedikit lagi untuk mengubah devinisi cintaku ini agar aku bisa tetap memastikan kau dalam bahagia disana, meski entah tangan siapa yang sedang kau genggam.

Aku hanya butuh sedikit waktu lagi untuk belajar dan membiasakan hati mengartikan cinta seperti teori dan idealisme yang sudah aku susun rapi. Dan seiring berjalannya waktu ini, aku mencoba menikmati semuanya.

Sahabat, biar kubuktikan padamu kalau aku ini bukan seorang pembual, biar kau mengerti bahwa cinta yang bertepuk sebelah tangan itu bukan tak seindah cinta yang berbalas, tapi bisa lebih dari itu. Karena dengan sebelah sayap aku mengerti bagaimana proses untuk terbang. biar kutunjukan bagaimana cara untuk terbang menggunakan satu sayap rapuh ini.
Sahabat, tetaplah kuat seperti perempuan yang aku kenal dan aku kagumi. Aku belajar banyak dari mu, dan janganlah menjadi rapuh meski seseorang lain yang sedang kau cintai dengan tulus itu entah berada dimana.

Dan aku masih berada disini, dengan semua tori-teoriku. Semoga kau berbahagia dengan hidupmu disana, sahabat !!