Selasa, 24 Maret 2015

Perubahan


Memasuki hari kedua liburan ini, asrama terasa lebih sepi lagi. Yah, mau bagaimana lagi, semua penghuni asrama pulang ke rumah masing-masing, hanya menyisakan beberapa penghuni dari luar jawa atau yang rumahnya jauh. Rumah ku sendiri bisa dikatakan tidak begitu jauh dari asrama tapi aku memilih untuk tetap tinggal di asrama saja. Selain karena mengistirahatkan tubuh yang lelah, tapi buatku rumah bukan hanya sekedar arti fisik. Lebih dari itu rumah adalah penghargaan untuk para penjelajah jarak, pengarung waktu.
Sore kemarin aku kembali mengunjungi sebuah tempat di kota kecil ini, tempat spesial yang amat bermakna. Tempat yang membuatku bertahan dalam kisah cinta bertepuk sebelah tangan yang sebagian besar menjadi perabot rumah 14 inci.  Yah, di sinilah aku menghabiskan waktu masa-masa itu. Duduk dengan segelas kopi, menunggui senja, menghindari deru kereta, menatap hamparan sawah, dan mencoba mnepis ia dari benakku.
Aku tidak sendiri. Kemarin sore, aku mengunjungi tempat ini dengan seorang perempuan. Gadis ceria, begitu mungkin aku bisa menyebutnya. Jelas sekali ini bukanlah sebuah kencan, ini hanyalah obrolan antar sahabat. Yah, waktu telah menerbangkanku ke banyak tempat dan di tiap tempat-tempat itu aku menemukan beberapa sahabat baru yang dengan mereka aku siap untuk bersusah-susah maupun bersenang-senang.
Banyak yang kami bicarakan di tempat itu. Hal-hal yang mungkin terdengar terlalu idealis. Yah, tapi seperti inilah kami jika sudah bertukar pendapat. Seolah-olah kami sedang mewujud menjadi orang lain, bercerita banyak hal –tema berat yang kadang terlalu susah untuk diwujudkan. Yah, tapi rasanya sudah lama tidak ngobrol dalam obrolan sok dewasa ini.
Namun, satu yang agak berbeda, gadis ceria ternyata sudah agak berubah. Yah, setiap orang pasti berubah, hanya orang-orang yang tak mau belajar saja yang terlalu senang berada di zona nyamannya. Gadis ceria itu telah mewujud dalam bentuk baru. Yah, ia memang maih ceria, masih cerewet, masih gemuk, dan banyak hal yang masih sama. Tapi ia memiliki pemahaman baru tentang hidup, hal yang amat berharga dan tak mudah dilihat dari luar. Kini, ia tengah berjuang perlahan untuk menjadi seorang perempuan alim yang memposisikan Tuhan di atas segalanya. Aku benar-benar salut dengannya. Tapi aku tak kaget mendengarnya, ia memang memiliki jiwa seorang idealis, dan memang sudah sepantasnya ia meralisasikan idealisme-idealismenya. Dia berani untuk meninggalkan zona nyamannya, berani untuk mendobrak batasan-batasan diri kemudian membuat batasan-batasan diri yang baru untuk menjadi seorang yang baru yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Karena dengan batasan-batasan itulah jiwanya bisa membatasi diri dari kotornya hiruk pikuk dunia.
Aku sungguh malu mendengar ceritanya. Karena aku masih belum juga beranjak dari tempatku ini, tempat yang begitu banyak dosa dimana-mana. Aku masih belum lepas dari jeratan kesepian. Aku masih belum bisa mengendalikan jiwaku ini dan lebih sering harus menyadari kekalahanku akan nafsu di dalam hati.
Terimakasih gadis ceria untuk cerita-cerita yang telah dibagi. Maaf karena tak bisa menyajikan senja yang indah karena bukan kuasaku untuk mengusir gumpalan awan dilangit barat itu. Tapi, duduk di samping rel kereta dimana kereta melintas sangat cepat menghadirkan sensasi yang menyenangkan bukan? Mungkin suatu hari aku bisa menyajikan senja yang cantik atau mungkin bercerita tentang begitu spesialnya tempat ini buatku dan banyak cerita tentangku yang selama ini cuma kubagi dalam rumah 14 inci ini.
Kesepian-kesepian, bantulah aku untuk mewujud dalam bentuk baru sepertinya. Aku tak mau lari darimu dalam dekapan seorang perempuan. Karena orang-orang seperti itu jauh lebih kesepian dari pada aku yang sekarang.  Semoga dalam kesepian ini aku bisa memaknai aku, mengerti tentang batasan-batasan diri, dan mewujud kedalam bentuk baru yang konsisten. Memantaskan diri untuk sebuah hari dimana aku bisa bertemu kamu.
Sampai jumpa lagi senja!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar