Esensi dari sebuah perjalanan adalah bukan
tentang tujuan yang akan dicapai, tapi tentang bagaimana menikmati dan memaknai
proses perjalanan itu sendiri
Di ujung
tahun 2013 ini aku akan mencoba untuk memaknai esensi dari sebuah perjalanan.
Setelah tiga hari terkapar sakit di ende karena terlalu memaksakan tubuh hingga
terlalu lelah akhirnya tibalah saatnya untukku memulai sebuah perjalanan. Aku
sudah terlau bosan hanya tiduran saja di dalam basecamp sm3t uny di ende.
Rasanya suasana di basecamp sudah sangat suntuk. Dan inilah waktu yang tepat
untuk memulai sebuah perjalanan.
Tujuan yang
dipilih dalam perjalanan ku kali ini adaah manggarai barat. Bukan taman
nasional komodo yang menjadi tujuan utamaku, tapi danau sanonggoang dan gunung
mbeliling. Selain karena kondisi dompet yang memang sudah mepet di ujung bulan,
perkiraan waktu juga menjadi kendala utama kalau aku memaksakan diri
mengunjungi pulau komodo. Akhirnya dengan mengutamakan pertimbangan jalan-jalan
sekaligus birdwatcing, maka aku memilih untuk mengunjungi danau sano nggoang
dan gunung mbeliling.
Dalam suatu
waktu dalam suatu putaran kehidupan, pasti setiap orang pernah merasa kalau ia
membutuhkan kesendirian. Aku pun begitu, untuk perjalanan kali ini, aku ingin
menikmatinya sendirian saja. Selain karena diantara teman-teman sm3t uny ini
hanya aku sendiri saja yang punya hobi birdwatcing, aku juga memang pernah
bermimpi untuk melakukan solobackpacking. Smenikmati kesendirian dan menguji
keberanian untuk tidak bergantung pada orang lain.
Waktu telah
ditentukan, segala persiapan telah dimatangkan, inilah saatnya menikmati
perjaanan. Lets roll !!
Sepatu
gunung, celana jins, baju dan topi lapangan, serta tas carier yang menjulang.
Aku siap berpesta kawan !!
Dua hari
menjelang pergantian tahun, di pagi hari yang cerah akhirnya aku melangkahkan
kaki meninggalkan kota ende. Sebenarnya informasi yang berhasil aku kumpulkan
untuk perjalanan ini tidak begitu banyak, selain karena memang tempat yang
menjadi tujuanku masih kurang di eksplore para backpacker, juga hanya sekitar
satu hari saja aku mengumpulkan informasi dari internet yang tidak begitu
detail. Maka boleh dibilang perjalanan ku kali ini adalah perjalanan yang super
nekat di tanah flores.
Dari ende
aku naik bis hingga di bajawa, ibu kota kabupaten ngada. Di bajawa sempat
kebingungan mencari kendaraan menuju ruteng, ibu kota kabupaten manggarai.
Ternyata, di bajawa terminal kedatangan dari ende dan ruteng berbeda, ini lah
salah satu informasi yang tidak aku temukan di internet. Aku harus bertanya
dulu di warung di dekat terminal.
Perjalananpun
dilanjutkan menuju ruteng. Dalam perjalanan ini aku berjumpa juga dengan
sepasang backpacker dari malang, rupanya mereka akan mengunjungi kampung
wairebo di ruteng, kampung adat yang diresmikan oleh unesco sebagai warisan
dunia. Mereka juga mengajakku untuk bersama-sama mengunjungi wairebo, tapi
karena memperkirakan anggaran dan waktu aku menolaknya dengan halus.
Selanjutnya
dari ruteng aku langsung menuju labuan bajo, ibu kota kabupaten manggarai
barat. Beruntung aku satu mobil dengan seorang ibu-ibu yang menyusul suaminya
untuk mengurusi sesuatu hal di labuan bajo dan suaminya sekarang sedang mnginap
di penginapan yang agak murah, 50k/malam, penginapan restu bundo di dekat
pelabuhan feri. Karena tujuan menginap yang masih belum aku tentukan dari awal
akhirnya aku ikut ibu-ibu tersebut. Di sini aku sudah mulai merasakan bagaimana
nikmatnya sensasi solobackpacking.
Akhirnya
sekitar jam 10 malam aku sampai di labuan bajo. 14 jamperjalanan yang
melelahkan.
Pagi yang
mendung menyambutku di labuan bajo. Setelah cuci muka dan sholat subuh aku
berjalan-jalan di dermaga labuan bajo, menikmati pagi pertamaku di kota ini. Di
sini aku sempat mendapat beberapa foto elang laut perut putih yang terbang
bebas di atas pelabuhan. Di dermaga ini
pula aku sempat bertanya tentang tujuan perjalanku pada seorang bapak-bapak.
Rupanya daftar destinasi perjalananku ini tidak begitu familiar. Informasi yang
aku kumpulkan benar-benar jauh dari layak, aku sempat kebingungan dibuatnya.
Menjelang
jam delapan akhirnya aku memutuskan untuk meninggalkan kota labuan bajo. Syukur
saja angkutan yang aku naiki tahu kampung yang aku sebutkan, kampung ro’e,
pintu masuk menuju gunung mbeliling. Tapi rupanya aku terlalu cepat senang,
karena tujuan ku ini masih belum begitu spesifik. Aku akhirnya diturunkan di
pertigaan laboh, pertigaan menujua ir terjun cunca rami, air terjun terbesar di
manggarai barat.
Aku
benar-benar sedang dalam keadaan yang gawat, kebingungan sendirian tak tau arah
di kampung entah berantah. Sukur saja aku masih berada di indonesia, sehingga
bahasa pemersatu, bahasa indonesia benar-benar aku rasakan fungsinya. Ada
beberapa tukang ojek yang sedang mangkal di pertigaan laboh, dan mereka
menawariku untuk mengantarku ke air terjun cunca rami. Tapi bukan itu tujuan
utamaku, tujuan pertamaku adalah untuk tracking gunung mbeliling. Akhirnya
setelah beberapa diskusi antar tukang ojek dan warga sekitar mereka
mengantarkanku di rumah salah satu warga di kampung ro’e yang biasa digunakan
untuk transit saat akan tracking gunung mbeliling. Aku benar-benar merasa
seperti orang hilang.
Sampai
dirumah tersebut yang ternyata ada tulisan ‘sumber informasi tracking’ aku agak
lega, berarti aku tidak tersesat. Namun rupanya tracking ke gunung mbeliling
ditutup selama musim penghujan. Ah, sialll. Rupanya guide yang biasa mengantar
turis tracking gunung mbeliling tidak berani mengambil resiko melakukan
tracking pada musim penghujan karena jalan yang licin dan longsor.
Akhirnya aku
memutuskan untuk langsung saja menuju ke sano nggoang. Tapi si tukang ojek
menawariku untuk singgah terlebih dahulu di air terjun cunca rami. Aku pun
serta merta menyetujuinya, lumayan untuk mengobati kekecewaanku gagal trakcing
gunung mbeliling. Lagipula, air terjun cunca rami dan danau sano nggoang satu
arah.
Untuk menuju
air terjun cunca rami aku harus berjalan mungkin 1,5 km dari kampung terakhir.
Kebetulan tukang ojek yang mengantarku ini orang asli kampung sini, masto
namanya. Setelah menitipkan barang-barang dirumahnya, perjalanan dilanjutkan
dengan berjalan kaki. Melewati sawah, hutan, hingga sungai. Sepatu dan
celanakupun basah kuyup. Belum lagi mendung yang tinggal menunggu waktu saja
untuk menjadi hujan. Cukup melelahkan juga untuk mencapai air terjun ini. Tapi
rasanya kelelahan dan kekecewaan ini di bayar tuntas oleh keindahan yang di
tawarkan oleh air terjun terbesar di manggarai barat ini. Sungguh pemandangan
yang amat eksotis. Namun debit air yang tinggi dan angin yang agak kencang memaksaku
untuk tidak teralu dekat dengan air terjun. Tapi melihat dari jauh saja rasanya
sudah cukup menyenangkan.
Benar saja,
akhirnya hujan turun dengan derasnya. Perut yang dari semalam belum di isi juga
sudah mulai berontak. Akhirnya kamipun kembali pulang kerumah masto di tengah
hujan deras karena takut sungai yag tadi kami lewati meluap.
Sesampainya
di rumah aku ditawari dengan hangatnya kopi khas manggarai yang pahit serta
nasi hangat yang baru saja selesai dimasak. Seketika aku sudah dibuat lupa akan
kekecewaanku tadi. Cukup lama aku ngobrol bersama bapak dari masto yang rupanya
anak bungsunya, adik masto, akan disekolahkan di jogja. Ya, mereka benar-benar
ramah ketika tahu aku datang dari jogja, karena beberapa tahun yang lalu ada
anak-anak UGM yang KKN di sini dan sepertinya mendapat respon positif. Belum
lagi ketika tahu aku mengajar di pelosok ende, aku benar-benar beruntung
bertemu masto dan keluarganya, mungkin ini juga adalah pertolongan Tuhan akan
kenekatanku ini.
Perjalanan
pun dilanjutkan menuju danau sano nggoang. Danau sano nggoang adalah danau
vulkanik terbesar di NTT. Mungkin, jarang ada yang tahu keberadaan danau ini.
Karena memang danau ini terletak di dalam hutan mbeliling, berjarak 30an km
dari jalan lintas flores. Tapi, tujuan wisata utama di sini bukan tentang danau
vulkanik terbesarnya, yang airnya berbau pekat belerang dan tidak bisa
dikonsumsi. Tujuan utama wisata disekitar sano nggoang adalah ekowisata sano
nggoang, yaitu paket wisata untuk melakukan pengamatan burung, terutama burung-burung
yang hanya bisa dijumpai di sini.
Ya, sano
nggoang yang terletak di dalam hutan mbeliling menjadi kantong biodiversitas di
flores. Di sini tersimpan kekayaan jenis-jenis burung endemik flores seperti
kehicap flores, serindit flores, kancilan flores, celepuk flores, gagak flores,
punai flores, dan opior flores. Serta ada lebih banyak lagi burung-burung
spesial yang tersimpan di dalam hutan disekitar danau sano nggoang. Total ada
sekitar 80an jenis yang pernah tercatat keberadaannya di sano nggoang.
Lewat
ekowisata yang dikembangkan di sano nggoang, sudah ada cukup banyak penelitian
dan eksplorasi kekayaan alam di sano nggoang, baik pihak luar negeri mapun
dalam negeri, baik lembaga maupun perorangan. Rasanya sudah sepatutnya kita
berterimakasih pada lembaga dari denmark lewat burung indonesia yang telah
membangun sano nggoang menjadi ekowisata yang memfasilitasi eksplorasi kekayaan
biodiversitas di sano nggoang.
Ekowisata di
sano nggoang tepatnya terletak di kampung nunang, desa wae lolos, kecamatan
sano nggoang. Dua tahun sejak 2008 hingga 2010 burung indonesia melakukan
pendampingan di kampung ini untuk mengembangkan ekowisata dan kesadaran
masyarakat akan kekayaan biodiversitas yang mereka miliki. Dan sekarang
hasilnya sangat memuaskan, lewat junaidi arif, burung indonesia yang bekerja
sama dengan LSM burung dari Denmark telah berhasil mengubah kampung nunang
menjadi kampung ekowisata.
Tiba di
kampung nunang aku disambut dengan keramahan khas warga kampung. Warga nunang
juga sepertinya sudah belajar dalam hal menyambut tamu. Pertama kali datang aku
langsung dijamu dengan secangkir kopi manggarai yang pahit. Mereka menyebutnya
kopi selamat datang. Setelah menyampaikan tujuan datang ke sano nggoang untuk
pengamatan burung maka aku langsung dipertemukan dengan pak henderikus buruh,
seorang local guide di kampung nunang. Sebelum menjadi seorang guide
birdwatching, beliau adalah seorang pemburu anis kembang. Sama halnya dengan
sebagian besar warga kampung nunang. Tapi ketika burug indonesia bersama LSM
burung dari denmark membangun kampung nunang menjadi sebuah kampung ekowisata
khususnya dalam hal birdwatcing warga kampung nunang menjadi sadar akan
kekayaan alam yang mereka punya. Dan dengan menjaga kekayaan tersebut merekapun
kini bisa merasakan hasilnya.
Pak
henderikus buruh yang biasa dipanggil bapak hendrik adalah suami dari maria
sumur atau biasa dipanggil mama maria, ketua ekowisata di kampung nunang.
Junaidi arif, pendamping dari burung indonesia selama dua tahun juga tinggal
bersama keluarga bapak hendrik. Seperti yang sudah aku kemukakan, bapak hendrik
berhasil mengumpulkan sekitar 80an list yang tercatat di sano nggoang selama ia
mengantar turis-turis birdwatcing di sano nggoang. Beliau juga sepertinya sudah
sangat paham tentang burung-burung yang terdapat di sano nggoang, baik suara
maupun kebiasaannya.
Maka, malam
hingga siang aku menghabiskan waktu bersama pak hendrik untuk berkeliling
disekitar kampung dan sekitar danau. Cukup menyeramkan juga ketika malam-malam
berkeliling kampung yang gelap gulita karena belum ada listrik. Namun rasa
takut itu berhasil diredam saat terdengar suara burung dan pak hendrik terlihat
begitu antusias ingin menunjukan kekayaan kampungnya kepadaku.
Malam hingga
siang itu tenagaku benar-benar terkuras oleh aktifitas blusukan bersama pak
hendrik, namun satu hari saja tidak cukup untuk mengeksplore sano nggoang.
Menurut pak hendrik, biasanya tamu membutuhkan waktu paing sedikit tiga hari,
karena kekayaan yang sebenarnya berada di hutan di atas kampung, dan dari sana
juga bisa melihat keindahan sano nggoang dari atas. Akupun berjanji untuk
datang lagi ke sini esok lusa, untuk benar-benar mengeksplore sano nggoang.
Setelah makan siang masto sudah menjemputku. Ah, tak terasa
akhirnya aku harus berpisah dengan keluarga sederhana pak hendrik dan mama
maria. Aku tentu akan selalu merendukan cara mereka menjamu tamu selayaknya
anak. Dan aku dibuat kerasan dengan semua jamuan mereka, entah itu makanan,
kopi ataupun cerita-cerita ringan. Akhirnya sore sekitar jam 5 aku kembali
sampai di labuan bajo. Setelah mendapat penginapan seharga 40rb aku pun
mengistirahatkan badan yang sudah lelah. Bersiap menyambut kembang api tahun
baru di labuan bajo.
Paginya aku bersiap-siap untuk mencari informasi menuju
pulau komodo. Sesuai perkiraan, paket menuju pulau komodo adalah 1 juta lebih
per orang. Wahhhh, padahal saldo di dompet hanya tinggal 500k saja. Akhirnya
aku memutuskan untuk kembali ke ende saja.
Namun semua sensasi perjalanan ini belum selesai, bahkan
baru saja akan mencampai klimaks. Perayaan tahun baru di jawa adalah perayaan
yang biasa, mugkin memang ramai dan boros, tapi tidak ada esensi yang melebihi
pesta dan hura-hura. Tapi, di sini, tahun baru sama halnya dengan hari raya.
Semua keluarga berkumpul, berpesta bersama di rumah masing-masing. Dan efeknya,
di tahun baru ini angkutan umum lebir hingga dua hari. Lau nasibku bagaimanakah
ini??
Setelah menunggu berjam-jam akhirnya ada juga travel menuju
ruteng, namun dengan harga yang meningkat 2x ipat. Bayangkan saja, harga
umumnya adalah 80k, tapi aku harus membayar 150k. sesampainya di ruteng rupanya
sudah ada travel berikutnya menuju ende yang menunggu, tapi sayangnya tidak ada
tanda-tanda travel tersebut akan jalan karena hanya ada dua penumpang yang
menunggu termasuk aku. Akhirnya, malam ini aku harus tidur di dalam travel, di
dinginnya ruteng yang dibungkus oleh gerimis. Esok paginya akhirnya ada
beberapa penumpang yang cukup menjadi prasyarat jalannya travel ini. Dua hari
tak mandi dan hanya sekali perut di isi
nasi, benar-benar klimaks yang sangat berkesan.
Akhirnya tanggal 2 januari pukul 4 sore aku kembali ke
basecamp sm3t ende dengan selamat.
Inilah sensasi solobackpacking, sendirian, kebingungan,
hingga tersesat. Namun, sensasi inilah yang selalu akan dirindukan oleh para
backpacker nekat yang melakukan solobackpacking. Selain itu, aku juga mendapat
beberapa keluarga baru dalam perjalananku ini, dan esok lusa akan aku ceritakan
pengalaman spesial ini pada keluargaku.yah, dalam suatu perjalanan dan
petualangan, tujuan bukanlah hal yang utama, tapi proses untuk mencapainyalah
yang selalu akan indah ketika dikenang.
Inilah aku dan perjalananku dalam kehidupanku yang
sederhana.